SUMENEP, nusainsider.com — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Jawa Timur, menggelar upacara peringatan Hari Jadi ke-756 dengan nuansa istimewa. Seluruh rangkaian acara resmi menggunakan bahasa Madura sebagai bentuk penghormatan terhadap identitas dan jati diri lokal.
Tradisi ini bukan hal baru bagi masyarakat Sumenep. Penggunaan bahasa Madura dalam upacara hari jadi telah lama menjadi simbol kebanggaan dan penghormatan terhadap warisan budaya leluhur.

Bagi Pemkab Sumenep, langkah ini juga menjadi pesan kuat agar bahasa daerah tidak sekadar menjadi alat komunikasi, tetapi dijaga sebagai bagian dari identitas dan karakter bangsa.
Tahun ini, peringatan Hari Jadi Kabupaten Sumenep mengusung tema “Ngopene Soengenep” atau merawat Sumenep. Tema tersebut bermakna ajakan untuk menjaga, merawat, dan menghidupkan kembali nilai-nilai lokal di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi.
Upacara agung yang digelar di Pendopo Agung Keraton Sumenep pada Jumat (31/10/2025) itu juga dirangkaikan dengan dua momentum besar lainnya, yakni peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 dan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur.
Tiga peringatan tersebut dipadukan dalam satu seremoni sebagai refleksi perjalanan sejarah dan semangat kebangsaan.
Wakil Bupati Sumenep, Imam Hasyim, dalam sambutannya menegaskan bahwa tema “Ngopene Soengenep” bukan sekadar slogan seremonial, melainkan pesan moral bagi seluruh masyarakat agar tidak kehilangan akar budaya di tengah derasnya perubahan zaman.
“Ngopene Soengenep bukan hanya merawat sejarah, tapi juga menghidupkan nilai-nilai budaya sebagai sumber inspirasi masa depan. Kita tidak ingin menjadi penonton di tanah sendiri. Sumenep harus tumbuh modern tanpa tercerabut dari akarnya,” ujar Imam Hasyim penuh semangat.
Ia menilai, pelestarian budaya Madura tidak cukup hanya diwujudkan lewat festival atau seremoni tahunan. Diperlukan langkah konkret dan strategi berkelanjutan agar nilai-nilai lokal tetap hidup di tengah kemajuan teknologi dan gaya hidup modern.
“Memperkuat pendidikan berbasis kearifan lokal, memperluas ekonomi kreatif tradisional, dan memanfaatkan teknologi digital untuk mendokumentasikan serta memasarkan kekayaan budaya Sumenep,” tegasnya, menjelaskan strategi yang dapat ditempuh untuk menjaga warisan budaya Madura.
Menurutnya, upaya melestarikan budaya lokal juga harus berjalan seiring dengan pembangunan daerah. Dengan begitu, kemajuan teknologi tidak menjadi ancaman, melainkan alat untuk memperkuat karakter daerah dan memperkenalkan budaya Madura ke dunia.
Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 yang disatukan dengan Hari Jadi Sumenep menjadi momen reflektif bagi generasi muda. Imam Hasyim menilai, semangat persatuan nasional harus berakar dari budaya lokal yang kuat.
“Kalau kita kuat di akar budaya, maka kita tidak akan mudah goyah oleh perubahan global,” tambahnya di hadapan peserta upacara yang terdiri dari pejabat daerah, tokoh masyarakat, pelajar, dan komunitas budaya.
Ia juga berpesan agar generasi muda Sumenep mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga tradisi tanpa menolak inovasi.
Baginya, budaya dan kemajuan bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua kekuatan yang dapat berjalan beriringan jika dikelola dengan bijak.
“Generasi muda Sumenep harus menjadi garda terdepan dalam merawat tradisi tanpa meninggalkan inovasi,” pungkasnya.
Upacara hari jadi ini ditutup dengan penampilan seni budaya khas Sumenep seperti tarian muang sangkal, musik saronen, dan penyerahan penghargaan kepada tokoh yang berkontribusi dalam pelestarian bahasa dan budaya Madura.
Momen tersebut menjadi bukti bahwa semangat Ngopene Soengenep bukan hanya diucapkan, tetapi benar-benar dihidupkan dalam tindakan nyata.
 ![]()
Penulis : Wafa

					






						
						
						
						
						








