SUMENEP, nusainsider.com — Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara yang jatuh pada 1 Juli 2025, justru menjadi momen evaluasi tajam dari Front Pejuang Keadilan (FPK) terhadap kinerja Polres Sumenep.
FPK menagih janji Kapolres Sumenep, AKBP Rivanda, yang hingga kini dinilai tak kunjung menindaklanjuti komitmen penting hasil audiensi pada 28 April 2025 lalu.

Dalam audiensi tersebut, FPK mengajukan tiga tuntutan utama yang dinilai sangat krusial untuk keamanan dan ketertiban masyarakat Sumenep.
Pertama, penutupan aktivitas galian C ilegal yang masih bebas beroperasi dan merusak lingkungan secara brutal.
Kedua, penindakan tegas terhadap jaringan bandar narkoba yang hingga kini terkesan hanya menyasar pemakai, bukan otak pelaku kejahatan.
Ketiga, pemberantasan peredaran minuman keras (miras) yang semakin meresahkan dan menjalar di tengah masyarakat, tanpa kendali.
“Janji Kapolres sudah lewat dari dua bulan, tapi realisasinya nihil. Ini bukan sekadar komitmen kosong, ini soal keadilan dan nyawa rakyat,” tegas Koordinator FPK, Abd. Halim.
Menurut Halim, Polres Sumenep tak hanya gagal bertindak cepat, tapi juga seolah abai terhadap urgensi masalah yang berlarut-larut di masyarakat.
“Kalau polisi tidak sanggup menangani, katakan saja. Jangan buat kami percaya pada janji yang tidak ditepati,” imbuhnya.

Ia menegaskan, FPK tak akan tinggal diam melihat penegakan hukum berjalan setengah hati. Khusus soal galian C ilegal, Halim mengaku pihaknya siap menyuplai data lengkap.
“Kalau Polres Sumenep masih berdalih tidak tahu di mana lokasi galian C ilegal, kami siap paparkan datanya secara gamblang,” tandasnya.
Lebih lanjut, Halim menyebut galian C ilegal bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan lingkungan yang nyata dan membahayakan keselamatan warga.
“Bukti kerusakan lingkungan sudah jelas terlihat. Ini bukan masalah sepele. Kami menuntut penegakan hukum yang nyata, bukan basa-basi,” katanya tegas.
FPK menilai, penanganan yang lambat dan tidak serius akan semakin melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri di tingkat daerah.
“Jika aparat hukum sendiri ragu untuk bertindak, bagaimana mungkin masyarakat percaya hukum bisa ditegakkan di negeri ini?” kritik Halim.
Momentum HUT Bhayangkara seharusnya menjadi refleksi dan titik balik bagi kepolisian untuk membuktikan integritas dan keberpihakan pada rakyat.
“Selama ini kami masih menunggu. Tapi kalau Kapolres tetap bungkam dan tidak menunjukkan langkah konkret, kami akan naikkan tekanan,” ujarnya.
FPK bahkan mengisyaratkan akan menggelar aksi lanjutan dan membuka data ke publik jika komitmen Kapolres tak kunjung ditepati.
Menurut mereka, cukup sudah rakyat dipermainkan oleh janji. Sekarang waktunya menagih tindakan.
“Kami ingatkan, jangan jadikan institusi kepolisian alat politik atau tameng bisnis haram. Kami akan terus kawal,” tegas Halim.
FPK menyatakan bahwa pihaknya tidak anti polisi, tetapi mereka tak akan diam melihat pembiaran terhadap pelanggaran hukum.
“Jika aparat serius, kami siap bantu. Tapi kalau hanya pura-pura, kami juga siap bergerak,” ujarnya.
Halim menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu mengawasi kinerja aparat penegak hukum.
“Hari Bhayangkara seharusnya bukan hanya seremoni. Ini momen untuk memperbaiki wajah kepolisian. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?” pungkasnya.
Penulis : Wafa