SUMENEP, nusainsider.com — Nama Dr. Lia Istifhama mencuri perhatian publik usai terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Dapil Jawa Timur pada Pemilu 2024.
Ia meraih 2.739.123 suara, menjadikannya senator perempuan non-petahana dengan suara tertinggi secara nasional, hanya kalah dari Komeng (Jabar) dan Gus Yasin (Jateng).

Meski keponakan dari mantan Gubernur Jawa Timur dan Ketua Umum PP Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, Ning Lia dikenal rendah hati dan dekat dengan masyarakat. Ia bukan berasal dari partai politik, melainkan sosok aktivis sosial, advokat, akademisi, penulis, hingga musisi.
Putri bungsu KH Maskur Hasyim, tokoh Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini, tumbuh sebagai pribadi yang dikenal jujur, pemaaf, pekerja keras, dan peduli wong cilik. Bagi Lia, suara hampir tiga juta bukanlah sekadar angka, melainkan hasil dari dedikasi, ketulusan, dan semangat pengabdian.
“Saya ingin publik tahu saya juga berasal dari rakyat biasa. Pernah jadi sales kartu kredit, karyawati yang panas-panasan naik motor,” ungkapnya merendah.
Ning Lia memiliki rekam jejak pendidikan yang luar biasa. Ia tercatat pernah kuliah S1 di tiga kampus sekaligus: Universitas Airlangga (Unair), IAIN Sunan Ampel (kini UINSA), dan STID Taruna Surabaya. Kecintaannya pada ilmu membawanya dijuluki “kutu buku” karena hampir setiap hari berada di perpustakaan.
“Pernah ikut kuliah lintas prodi, bahkan beda angkatan. Jadi kadang yang paling tua sendiri,” candanya.
Sejak mahasiswa, ia sudah bekerja sambil kuliah, mulai dari penerima tamu hingga event organizer. Setelah lulus S1, ia bekerja penuh waktu sambil mengejar pendidikan S2 dan S3 dengan beasiswa Kementerian Agama. Bahkan saat mengandung, ia tetap aktif kuliah dan bekerja sebagai dosen.
Salah satu momen uniknya terjadi saat kampanye di Madiun. Sebuah video viral memperlihatkan seorang ODGJ mencium banner kampanyenya. Alih-alih marah, Ning Lia menanggapinya dengan empati:
“Orang ODGJ itu polos, nggak ada niat jelek. Anggap saja sebagai tanda tulus.”
Tak lama setelah Pemilu, fotonya sempat dicatut oleh lawan politik dalam materi kampanye. Meski dapat membawa kasus itu ke ranah hukum, Ning Lia justru memilih memaafkan.
“Niat kami hanya edukasi. Politik harus jujur. Saya malah mengajak rival saling sinergi seperti saudara,” ujarnya bijak.
Kiprah sosial Ning Lia pun sangat menonjol. Ia telah menerima berbagai penghargaan bergengsi, antara lain:
- Woman of The Year Jatim 2023 (TIMES Indonesia)
- Pejuang Literasi 2024
- 100 Tokoh Muda Nasional 2020 (APN)
- Tokoh Peduli Desa Wisata dan Pertanian
- Tokoh Sosial Inklusif dan Interaktif 2025
Perjalanan Lia Istifhama menunjukkan bahwa politik bukan hanya panggung kekuasaan, tetapi ruang pengabdian bagi mereka yang tulus melayani.
Penulis : Wafa