OPINI, nusainsider.com — Program UPLAND 2025 yang digagas Kementerian Pertanian Republik Indonesia semestinya menjadi angin segar bagi para petani, termasuk di Kabupaten Sumenep. Fokus program ini adalah peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan petani.
Dengan pendekatan sistem pertanian terpadu dan komoditas unggulan seperti bawang merah, program ini menawarkan solusi menyeluruh. Tidak hanya membidik sektor hulu, tetapi juga menguatkan aspek hilir dalam sistem pertanian.

Tak hanya itu, kucuran dana hibah yang mencapai Rp 52,8 miliar untuk Kabupaten Sumenep memberi harapan besar. Masyarakat, khususnya petani, tentu menanti realisasi yang tepat sasaran dan adil.
Dana sebesar itu tentu tidak boleh disia-siakan. Pelaksanaannya harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berpihak kepada petani, bukan kepada kepentingan elit lokal maupun oknum tertentu.
Sayangnya, situasi di lapangan mulai menunjukkan tanda-tanda yang membuat masyarakat resah. Isu penyimpangan pelaksanaan muncul di tengah tingginya harapan terhadap keberhasilan program ini.
Salah satu isu paling mencolok adalah persoalan varietas benih bawang merah Rubaru, yang disebut-sebut sebagai varietas unggulan lokal dalam UPLAND 2025. Namun, realitasnya berkata lain.
Hingga pertengahan tahun 2025, belum tampak pergerakan signifikan dalam proses pembibitan Rubaru. Padahal, ini adalah inti dari pengembangan bawang merah yang dijanjikan dalam program tersebut.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah varietas Rubaru memang disiapkan secara serius? Ataukah ini hanya nama yang digunakan sebagai kamuflase kebijakan?
Jika varietas Rubaru benar-benar akan digunakan, maka perlu dipastikan bahwa benihnya tersedia dalam jumlah cukup dan kualitas yang baik. Jika tidak, para petani akan jadi korban kegagalan program.
Lebih mengkhawatirkan lagi, muncul nama seorang oknum berinisial SL yang disebut-sebut sebagai penakar benih Rubaru. Rekam jejak SL dalam pengelolaan dana KUR Tani patut dipertanyakan.
Penggunaan penakar bermasalah jelas mengancam kredibilitas program. Bila tetap dipakai, maka keraguan terhadap integritas UPLAND 2025 akan semakin menguat di tengah masyarakat.
Namun jika SL tidak digunakan, maka muncul dilema lain: darimana DKPP Sumenep akan memperoleh benih Rubaru, jika hanya tersedia pada pihak-pihak tertentu? Ini adalah krisis kebijakan yang nyata.
Kondisi ini seperti mengisyaratkan bahwa varietas Rubaru dipaksakan untuk dimonopoli oleh satu kelompok saja. Jika benar, ini adalah pelanggaran terhadap semangat pemerataan akses dan keadilan.
Sementara itu, dana hibah fisik UPLAND 2025 juga mulai direalisasikan di berbagai titik, seperti Kecamatan Rubaru, tepatnya di Desa Basoka, Duko, Karang Nangka, dan Mandala.
Jenis bantuan yang dikucurkan berupa pembangunan jalan akses pertanian, embung kecil dan besar, pipanisasi, hingga pemasangan solar pump. Secara konsep, ini terlihat sangat menjanjikan.
Namun, tanpa pengawasan ketat, pelaksanaan proyek fisik sangat berisiko menjadi proyek asal jadi. Hal ini sudah menjadi kekhawatiran umum di banyak proyek bantuan pemerintah sebelumnya.
Alih-alih membantu petani, proyek infrastruktur pertanian justru rawan dijadikan ladang korupsi oleh kontraktor, pelaksana proyek, maupun oknum dalam institusi pemerintah.
Padahal, keberadaan infrastruktur seperti embung dan jalan tani sangat vital dalam mendukung produktivitas pertanian. Tanpa kualitas yang baik, hasilnya tak akan berdampak signifikan bagi petani.
Transparansi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan menjadi kunci utama. Sayangnya, pelibatan petani dan masyarakat lokal dalam proses ini masih sangat minim.
Masyarakat dan media lokal harus diberikan akses terhadap informasi pelaksanaan program. Ini adalah bentuk kontrol publik yang sah dan harus dijamin oleh pemerintah daerah.
Tanpa partisipasi publik, program UPLAND 2025 hanya akan menjadi simbol program pusat yang kehilangan makna di daerah. Dan yang paling dirugikan tentu adalah petani itu sendiri.
Apalagi jika pengawasan dilakukan hanya secara administratif tanpa inspeksi langsung di lapangan. Maka celah permainan anggaran sangat terbuka dan mudah dimanipulasi.
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Sumenep, melalui DKPP, bertindak tegas dan berpihak kepada petani. Jangan biarkan program strategis ini dirusak oleh segelintir orang berkepentingan.
DKPP memiliki peran sentral dalam memastikan program UPLAND berjalan sesuai koridor. Mereka harus memastikan distribusi bantuan, mutu benih, dan kualitas fisik proyek dilaksanakan dengan benar.
Selain itu, aparat penegak hukum juga harus dilibatkan dalam pengawasan. Jika ditemukan indikasi penyimpangan, harus segera dilakukan penindakan hukum yang tegas dan terbuka.
Lebih jauh lagi, Bupati Sumenep perlu menyatakan komitmennya secara publik. Ia harus hadir di tengah kegelisahan petani dan memberi jaminan bahwa program UPLAND tidak akan gagal.
Kegagalan program UPLAND bukan hanya soal kerugian materi, tetapi juga kerugian psikologis petani yang telah menaruh harapan besar terhadap program ini.
Di tengah situasi krisis ekonomi dan iklim yang tidak menentu, bantuan langsung kepada sektor pertanian menjadi penting. Namun semua itu akan sia-sia jika pelaksanaannya tidak jujur.
Pemerintah pusat juga harus memantau langsung pelaksanaan UPLAND 2025 di daerah. Jangan sampai laporan yang disampaikan hanya formalitas tanpa menggambarkan kondisi sesungguhnya.
Program UPLAND 2025 memiliki potensi besar untuk mengubah wajah pertanian di Sumenep. Tetapi potensi ini hanya bisa diwujudkan jika tata kelolanya benar dan berpihak kepada rakyat.
Kunci utama keberhasilan bukan hanya pada anggaran besar, tetapi pada integritas pelaksana dan keberanian semua pihak untuk mengawasi dan menindak penyimpangan.
Petani di Sumenep layak mendapatkan perhatian dan perlindungan. Mereka adalah tulang punggung ketahanan pangan dan pahlawan ekonomi desa yang sesungguhnya.
Jangan biarkan mereka kembali menjadi korban dari proyek-proyek ambisius yang hanya menguntungkan elit lokal dan kontraktor tanpa nurani.
Jika UPLAND 2025 gagal, maka bukan hanya kerugian negara yang terjadi, tetapi juga hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah pusat dan daerah.
Sudah waktunya kita kawal bersama. UPLAND 2025 harus menjadi momentum perubahan yang nyata, bukan hanya janji kosong yang menjadi kekecewaan panjang bagi petani Sumenep.
Penulis : Andriyadi, Aktivis ALARM Sumenep sekaligus Eks Mahasiswa UNISMA Malang Jurusan Pertanian
Penulis : Andriyadi