SUMENEP, nusainsider.com — Perbedaan sikap antara Ketua Komisi III dan Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Sumenep terkait pembentukan posko pengaduan BSPS memunculkan polemik yang dinilai tidak pantas ditampilkan ke publik.
Sebagai sesama wakil rakyat, perbedaan ini seharusnya diselesaikan secara internal, bukan dipertontonkan seperti pertunjukan yang menyinggung kepentingan pribadi atau kelompok politik tertentu.

Polemik bermula dari pernyataan M. Muhri, Ketua Komisi III DPRD Sumenep dari Fraksi PKB, yang menyatakan pembentukan posko aduan masyarakat terkait program BSPS tahun anggaran 2024 di sejumlah media Minggu lalu.
Posko tersebut direncanakan dibuka sejak Senin (21/4) hingga Rabu (30/4). Tujuannya untuk menampung pengaduan masyarakat terkait dugaan penyelewengan bantuan BSPS yang kini ditangani Kejaksaan negeri (Kejari) Sumenep.
Namun, pernyataan tersebut tidak mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi III, Wahyudi, yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan. Bahkan, ia menyatakan tidak mengetahui adanya pembentukan posko tersebut.
Sikap tak sejalan antara dua tokoh Komisi III DPRD ini pun menjadi sorotan sejumlah kalangan, termasuk aktivis yang sejak awal turut mengawal kasus BSPS, yakni Ahyatul Karim dari Aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM).

Menurut Ahyatul karim, munculnya sikap berbeda antar anggota Komisi III DPRD Sumenep itu mengindikasikan adanya kepentingan politik tersembunyi. Ia menilai ada upaya saling menyelamatkan posisi dan kekuasaan.
“Saya menduga Wahyudi ingin menyelamatkan tokoh di atasnya, yaitu Said Abdullah dari DPR RI yang menjadi pemilik Pokir program BSPS ini,” ujar Ahyatul karim kepada media nusainsider.com Selasa malam (22/4).
Ia meyakini tidak mungkin Wahyudi benar-benar tidak mengetahui soal posko aduan BSPS. Sebab, sebagai anggota Komisi III, ia pasti tergabung dalam grup komunikasi internal komisi tersebut.
“Berita pembentukan posko pasti tersebar di grup. Mustahil dia tidak tahu. Apalagi sekarang era digital, info cepat tersebar bahkan di kepulauan sekalipun,” katanya.
Karim sapaan akrabnya menganggap pernyataan Wahyudi hanya sebagai bentuk manuver politik yang penuh kepentingan, bukan sikap murni sebagai legislator pembela rakyat.
Ia juga menyoroti bagaimana perbedaan pendapat ini seolah memperlihatkan rivalitas antara dua partai besar di Sumenep, yakni PKB dan PDI Perjuangan.
“Dugaan saya, ini adalah pertunjukan politik antara dua partai penguasa di Sumenep yang sedang bermain panggung,” tambahnya tegas.
Menurutnya, polemik ini justru mencederai marwah lembaga DPRD sebagai representasi suara rakyat. Publik bisa saja menilai DPRD tidak kompak membela kepentingan masyarakat.
Ia menyayangkan perbedaan pernyataan antara Muhri dan Wahyudi justru disampaikan ke publik. Seharusnya, sebagai sesama anggota komisi, mereka menunjukkan sikap solid.
“Jangan jadikan DPRD panggung drama politik. Rakyat butuh pembelaan, bukan tontonan konflik elite,” ucap karim.
Selain itu, ia berharap Kejaksaan Negeri Sumenep tetap melanjutkan proses hukum dugaan penyelewengan BSPS tanpa intervensi dari pihak mana pun.
Pihaknya juga mendorong masyarakat yang merasa dirugikan atas pelaksanaan program BSPS agar tetap berani melapor, baik melalui posko pengaduan maupun langsung ke penegak hukum.
Ia menegaskan, pengawalan kasus ini tidak boleh terhenti hanya karena adanya dinamika di internal DPRD. Rakyat harus tetap mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Menurut Ahyatul karim sapaan akrab karim, semua pihak, termasuk politisi, harus menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya, bukan justru menjadikan kasus ini sebagai ajang perebutan pengaruh.
“Yang kami perjuangkan adalah hak-hak masyarakat miskin yang mestinya menerima manfaat BSPS. Jangan jadikan mereka korban konflik politik,” tegasnya.
Ia menambahkan, ALARM akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk mengawasi sikap para anggota dewan terhadap penanganan kasus BSPS ke depan.
Publik, kata dia, harus jeli menilai siapa saja wakil rakyat yang benar-benar berpihak pada masyarakat dan siapa yang hanya memainkan peran politik.
“Kasus ini bisa jadi ujian bagi DPRD Sumenep. Apakah mereka berpihak pada rakyat atau pada elite politik,” pungkasnya.
Hingga berita ini dinaikkan pihak pewarta masih berupaya guna konfirmasi kepada dua Tokoh Parlemen Komisi III DPRD Kabupaten Sumenep.
Penulis : Wafa