SUMENEP, nusainsider.com — Dua tokoh pengusaha tembakau dan rokok asal Madura, H. Khairul Umam (akrab disapa H. Her) dari Pamekasan dan H. Mukmin dari Ganding, Sumenep, mengimbau para petani untuk mengurangi jumlah tanam tembakau di musim tanam 2025.
Imbauan tersebut disampaikan karena stok tembakau di tingkat pabrikan saat ini disebut-sebut sudah penuh. Bila pasokan melebihi kapasitas, dikhawatirkan akan terjadi penurunan harga yang merugikan petani.

H. Her yang juga menjabat Ketua Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Madura (P4TM) menyampaikan seruannya melalui video yang diunggah ke media sosial Tiktok. Video itu menjadi viral di kalangan masyarakat Madura.
“Kalau biasanya nanam 1.000 pohon, tahun ini cukup 500 saja,” ucap H. Her dalam video yang dikutip dari akun TikTok Madura Kita, Senin (14/4/2025).
H. Mukmin turut menyuarakan kekhawatiran serupa. Dalam pertemuan terbatas bersama sejumlah media pada Selasa (25/3/2025), ia menyampaikan bahwa stok lama tembakau masih menumpuk sementara petani terus menanam dalam jumlah besar.
“Saya khawatir harga tembakau turun. Stok masih numpuk, petani juga makin ramai tanam lagi,” kata H. Mukmin.
Imbauan dua tokoh tersebut ternyata menuai reaksi beragam, terutama dari para petani yang merasa khawatir terhadap dampak pernyataan tersebut.
Salah satunya adalah Munhari, petani tembakau asal Kecamatan Ganding, Sumenep, yang juga dikenal dengan nama Cak Emon. Ia menyebut imbauan itu membuat petani menjadi pesimis menghadapi musim tanam.

“Pernyataan H. Her itu membuat pesimis kepada petani tembakau,” ujarnya melalui pesan suara WhatsApp, Sabtu (12/4/2025).
Cak Emon mempertanyakan motif di balik imbauan tersebut. Ia menyangsikan bahwa alasan pabrikan full stok adalah satu-satunya penyebab, dan menduga ada faktor lain yang belum diungkap secara jelas.
“Maksud H. Her bisa bilang demikian itu apa faktornya? Apakah karena produksi rokok yang diduga ilegal sudah tak sulit lagi dipasarkan?” tanyanya.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Paguyuban Kelompok Tani (Poktan) Kecamatan Ganding itu menilai pernyataan dari Ketua P4TM tidak semestinya disampaikan secara terbuka tanpa mempertimbangkan dampak psikologis terhadap petani.
“Artinya sudah tidak sewajarnya H. Her sebagai ketua P4TM berkomentar seperti itu,” tegasnya.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap imbauan tersebut, Cak Emon mengajak petani Madura tetap menanam tembakau sesuai kemampuan dan kebutuhan masing-masing.
“Intinya mari para petani di Madura tetap optimis menanam tembakau sesuai kemampuan masing-masing. Hal ini merupakan bagian dari perjuangan mempertahankan budidaya yang menjadi kebanggaan orang Madura sejak dahulu,” ajaknya.
Sikap serupa juga disuarakan oleh Abd. Malik, warga Nahdliyin sekaligus pemerhati tembakau lokal. Ia mengkritik keras pernyataan Ketua P4TM yang menurutnya tidak mencerminkan tanggung jawab sebagai tokoh yang mestinya melindungi petani.
“Sebagai pengusaha tembakau lokal, bukan malah meminta petani mengurangi jumlah tanam. Tapi harus mencarikan solusi terbaik jika memang pabrikan benar-benar full stok,” tulisnya dalam sebuah grup Nahdliyin di Sumenep, Sabtu (12/4/2025).
Ia menambahkan, jika petani Madura mengurangi produksi, maka kemungkinan besar pabrikan akan menyerap tembakau dari luar daerah seperti Lombok dan Jawa, yang berpotensi menggeser posisi tembakau Madura di pasar nasional.
“Saya khawatir kalau tembakau Madura sedikit, kekurangannya nanti akan diambil dari luar Madura,” pungkasnya.
Situasi ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan antara tokoh pengusaha tembakau dengan para petani. Sementara para pengusaha mendorong pengurangan produksi demi stabilitas harga, para petani justru melihatnya sebagai ancaman terhadap kelangsungan tradisi dan ekonomi mereka.
Bagaimanapun, masa tanam tembakau 2025 di Madura akan menjadi penentu arah ke depan bagi industri ini. Apakah petani akan tetap teguh menanam atau mengikuti imbauan untuk mengurangi, waktu yang akan menjawab.
Penulis : Dre