SUMENEP, nusainsider.com — Komisi I DPRD Sumenep menyatakan penolakan keras terhadap pembahasan Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025.
Penolakan ini muncul karena Badan Anggaran (Banggar) dinilai melangkahi prosedur dan melanggar tata tertib (Tatib) dewan.

Anggota Komisi I DPRD Sumenep, Hairul Anwar, mengungkapkan bahwa Banggar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (Timgar) tidak menjalankan tugas sesuai mekanisme yang diatur dalam Tatib DPRD.
“Banggar seharusnya membahas kebijakan umum anggaran, bukan langsung menyusun anggaran detail. Detail anggaran itu dibahas di komisi terlebih dahulu,” tegas Hairul Anwar, Selasa (15/7/2025).
Ia mengacu pada Pasal 18 ayat 3 dan Pasal 17 ayat 5 Tatib DPRD, yang menyebut pembahasan dilakukan berdasarkan hasil pleno komisi bersama mitra kerja, bukan langsung oleh Banggar dan Timgar.
“Faktanya, belum ada pembahasan di komisi, tapi langsung dibawa ke Banggar. Ini jelas melabrak aturan. Komisi I menolak keras pembahasan yang tidak sesuai urutan,” tegas politisi PAN tersebut.
Menurut Hairul, sistem penganggaran dalam Raperda Perubahan APBD harus dilaksanakan secara rasional, sistematis, dan metodologis, dimulai dari pembahasan di tingkat komisi.
“Komisi yang tahu kebutuhan anggaran setiap OPD. Jadi tidak bisa dilangkahi. Harus berurutan, bukan dibolak-balik,” ujarnya lagi.
Ia juga menyebutkan konsep ratio scripta dalam ilmu hukum, yakni aturan tertulis yang wajib dipatuhi dalam proses legislasi, termasuk dalam pembahasan anggaran.
“Kita ini bukan bekerja atas dasar suka-suka, tapi berdasarkan aturan tertulis yang jelas. Tatib DPRD itu adalah ‘kitab suci’ kita dalam bekerja,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumenep, H. Zainal Arifin, saat dikonfirmasi belum memberikan tanggapan resmi atas polemik ini. Namun, ia sempat menyampaikan laporan hasil pembahasan Banggar pada Senin (14/7/2025).
Dalam laporan tersebut, Banggar menyebutkan telah bekerja berpedoman pada nota keuangan, pandangan umum fraksi, jawaban bupati, serta draf Raperda Perubahan APBD 2025.
Namun, laporan ini dinilai tidak menjawab persoalan prosedural yang dipersoalkan Komisi I, yakni tidak adanya pembahasan awal di tingkat komisi.
Sorotan terhadap sikap Banggar juga datang dari masyarakat. Isu ini bahkan dikaitkan dengan pertemuan dan rapat yang sempat digelar di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Publik pun menilai langkah Banggar terlalu tergesa-gesa dan menutup ruang diskusi yang seharusnya menjadi bagian dari prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah.
Komisi I mengingatkan, jika prosedur penganggaran tidak dikembalikan sesuai aturan, maka akan ada dampak terhadap kualitas dan legitimasi hasil akhir APBD Perubahan.
![]()
Penulis : Dre

















