SUMENEP, nusainsider.com — Sejumlah dugaan penyimpangan di Universitas Bahaudin Mudhary (Uniba) Madura menimbulkan kegelisahan di kalangan mahasiswa dan masyarakat.
Permasalahan yang mencuat meliputi dugaan penyalahgunaan program bantuan mahasiswa hingga kebijakan internal universitas yang kontroversial, memunculkan pertanyaan mengenai transparansi dan tata kelola institusi ini.

Dugaan Penyalahgunaan Program KIP
Salah satu isu utama adalah dugaan penyalahgunaan dalam distribusi Program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Bantuan sebesar Rp4,8 juta yang seharusnya diterima mahasiswa diduga mengalami pemotongan. Bahkan, ada penerima yang mengaku tidak mendapatkan bantuan sama sekali.
“Pemotongan bervariasi, ada yang menerima hanya Rp800 ribu, sementara sisanya hilang. Bahkan, ada yang sama sekali tidak menerima bantuan,” ungkap salah satu mahasiswa yang enggan disebut namanya, Selasa (4/3/2025).
Dugaan semakin kuat dengan adanya keterlibatan mantan Presiden Mahasiswa (Presma) dalam distribusi bantuan yang tidak transparan. Mahasiswa yang mencoba mengungkap kasus ini bahkan disebut mengalami ancaman berupa penurunan nilai akademik.
Pihak universitas mengklaim kasus ini hanya melibatkan seorang staf berinisial FR, yang bertugas dalam survei KIP. FR telah diperiksa oleh kepolisian dan dikabarkan mengembalikan dana puluhan juta rupiah. Namun, belum ada kejelasan mengenai dugaan keterlibatan pihak lain.
Kontroversi Kebijakan Internal
Selain dugaan penyalahgunaan dana KIP, kebijakan internal Uniba juga menuai kritik. Salah satunya adalah larangan hubungan asmara antara dosen dan mahasiswa. Namun, muncul dugaan bahwa rektor sendiri menjalin hubungan dengan seorang dosen berinisial UM.

Dugaan ini mencuat setelah beredar informasi bahwa UM, yang berstatus janda, telah menjadi istri sirri rektor. Keberadaan fasilitas antar-jemput khusus untuk UM semakin memperkuat kecurigaan masyarakat sekitar terkait hubungan keduanya.
Kebijakan rekrutmen dosen di Uniba juga menjadi sorotan. Universitas disebut melarang lulusan Universitas Wiraraja (Unija) menjadi dosen, namun seorang lulusan Unija berinisial RI justru berhasil menjadi pengajar setelah diduga mendapat rekomendasi dari pejabat desa. Kini, RI disebut sebagai orang kepercayaan rektor dan memiliki pengaruh besar dalam keputusan kampus.
Dugaan Intimidasi terhadap Korban Pelecehan Seksual
Bulan lalu, Aktivis Dear Jatim mengecam tindakan rektor yang diduga mengintimidasi korban pelecehan seksual, seorang mahasiswi di Uniba.
Kasus ini semakin memanas setelah laporan pada Selasa (28/1/2025) lalu menyebutkan rektor lebih mengutamakan citra institusi daripada perlindungan terhadap korban.
Farah Adiba, Kepala Divisi Advokasi & Investigasi Dear Jatim, mengungkapkan bahwa rektor menginstruksikan ketua organisasi Uniba Campus Ambassador untuk mengeluarkan korban dari organisasi tersebut.
Menurutnya, langkah ini memperburuk kondisi psikologis korban yang seharusnya mendapat dukungan.
“Korban mengalami trauma mendalam. Bukannya mendapat dukungan, ia malah diintimidasi dan dikeluarkan. Ini bentuk diskriminasi terhadap korban kekerasan seksual,” ujar Farah, dikutip dari dimadura.id.
Dugaan intimidasi ini menuai reaksi negatif dari berbagai pihak. Masyarakat dan mahasiswa mempertanyakan, ada apa dengan rektor Uniba Madura?
Dugaan Penyalahgunaan Keuangan
Muncul pula dugaan penyalahgunaan keuangan di Uniba. Pendapatan dari sewa gedung yang seharusnya masuk ke kas universitas, diduga dialihkan ke pihak tertentu. Laporan keuangan terkait transaksi ini disebut tidak transparan.
Selain itu, mahasiswa diwajibkan membayar Rp500 ribu untuk wisuda, meskipun pihak yayasan disebut telah menggratiskan biaya tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan: ke mana dana yang dikumpulkan dari mahasiswa?
Penyalahgunaan Jabatan dan Aset Universitas
Beberapa nama disebut sebagai orang kepercayaan rektor, seperti NO, RI, EN, dan BI, yang memiliki peran dalam berbagai kebijakan kampus. Dugaan menyebut bahwa empat dosen baru diterima bukan berdasarkan kualifikasi akademik, melainkan kedekatan dengan rektor.
Selain itu, aset universitas diduga digunakan untuk kepentingan pribadi rektor. Beberapa kendaraan kampus, seperti mobil berplat M 17 T yang dikaitkan dengan RI dan mobil berplat B yang diduga mengangkut material milik rektor, disebut digunakan secara tidak semestinya.
Dugaan Intervensi dalam Kelulusan Dosen
Dugaan lain mengungkapkan bahwa rektor menyalahgunakan jabatannya untuk meluluskan seorang perempuan agar menjadi dosen. Perempuan ini diduga memiliki hubungan khusus dengan rektor, meskipun rektor telah memiliki istri sah.
Perempuan tersebut dikabarkan mendapatkan kemudahan dalam seleksi dosen, menimbulkan spekulasi adanya intervensi langsung dari rektor. Jika benar, ini merupakan penyalahgunaan wewenang serius dalam dunia akademik.
Potensi Pelanggaran Hukum
Jika dugaan ini terbukti, beberapa pasal dalam hukum Indonesia dapat dikenakan terhadap pihak yang terlibat:
- Pasal 279 KUHP, tentang ancaman pidana bagi seseorang yang menikah lagi tanpa izin istri sah.
- Pasal 284 KUHP, mengenai perzinaan bagi mereka yang sudah menikah.
- Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, tentang penyalahgunaan kewenangan untuk keuntungan pribadi.
- Pasal 12 huruf e UU yang sama, tentang larangan pejabat menerima hadiah terkait jabatannya.
- UU No. 5 Tahun 2014, tentang meritokrasi dalam rekrutmen ASN, yang bisa dilanggar jika ada intervensi dalam seleksi dosen.
Investigasi Lebih Lanjut
Saat ini, sejumlah pewarta dari Asosiasi Jurnalis Muda Independen (AJMI) Kabupaten Sumenep masih mengumpulkan bukti terkait dugaan penyalahgunaan jabatan di Uniba. Jika terbukti bersalah, rektor bisa menghadapi sanksi administratif hingga pidana.
Pihak universitas belum memberikan pernyataan resmi terkait berbagai dugaan ini. Namun, mahasiswa dan masyarakat menuntut transparansi serta langkah hukum yang adil guna menjaga integritas dunia akademik.
Sebagai institusi pendidikan, Uniba seharusnya menjadi tempat mencetak generasi penerus bangsa yang berintegritas, bukan justru menjadi ladang penyalahgunaan wewenang oleh oknum tertentu.
Penulis : Dre