SURABAYA, nusainsider.com — Keterlambatan (delay), perubahan rute, hingga transit mendadak masih menjadi persoalan klasik dalam dunia penerbangan di Indonesia.
Tidak jarang, penumpang harus menunggu berjam-jam di bandara tanpa kepastian yang jelas.

Hal ini juga dialami Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, saat melakukan perjalanan menggunakan maskapai Lion Air dari Bandara Juanda, Surabaya, menuju Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Sabtu (27/9).
Menurut jadwal, pesawat seharusnya terbang pukul 05.15 WIB. Namun, baru lepas landas sekitar pukul 07.00 WIB. Kondisi semakin pelik ketika maskapai melakukan perubahan rute dan transit mendadak, sehingga agenda yang sudah tersusun harus tertunda.
Meski sempat kecewa, perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini tetap berusaha tenang. Ia mengaku pelayanan kru pesawat, terutama pramugari, yang ramah dan profesional membuat suasana lebih kondusif di tengah keterlambatan.
“Delay itu memang tidak mengenakkan, apalagi sampai berjam-jam. Tapi ketika kru dan pramugari bersikap ramah, informatif, serta membuat penumpang merasa diperhatikan, suasana bisa lebih tenang dan tidak penuh keluhan,” ujarnya.
Senator yang dikenal dengan julukan Senator Cantik itu menilai, pelayanan yang baik merupakan kunci utama meredam potensi stres penumpang saat menghadapi situasi tak terduga.
Meski memberikan apresiasi atas sikap kru pesawat, Ning Lia tetap menekankan perlunya evaluasi serius dari pihak maskapai terkait keterlambatan penerbangan yang masih sering terjadi di Indonesia.
Selain pelayanan kru, ia berharap sejumlah fasilitas pendukung diberikan kepada penumpang saat menghadapi delay.
Mulai dari ruang tunggu bandara yang layak, kompensasi sesuai regulasi, hingga penyampaian informasi yang jelas dan transparan.
“Penumpang sebenarnya bisa memahami kendala teknis atau faktor cuaca. Yang paling penting jangan sampai merasa diabaikan. Komunikasi yang jelas, fasilitas tunggu yang nyaman, dan pelayanan kru yang baik bisa membuat delay tetap terasa manusiawi,” tegas putri almarhum KH Maskur Hasyim itu.
Lebih jauh, Ning Lia mendorong pemerintah bersama maskapai memperkuat regulasi serta pengawasan terhadap standar pelayanan minimum (SPM) di sektor penerbangan.
Menurutnya, ada beberapa langkah penting yang perlu dilakukan. Antara lain, perbaikan manajemen jadwal untuk meminimalisir keterlambatan berulang, pelatihan intensif bagi kru dan pramugari agar sigap dan komunikatif, penyediaan kompensasi serta fasilitas yang memadai saat delay panjang, hingga keterbukaan informasi agar penumpang tidak merasa digantung tanpa kepastian.
“Saya berharap maskapai di Indonesia tidak hanya fokus pada aspek teknis penerbangan, tetapi juga benar-benar memperhatikan kepuasan penumpang sebagai prioritas utama,” pungkas Ning Lia.
Penulis : Wafa