SUMENEP, nusainsider.com — Dugaan penyelewengan dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep terus menuai sorotan tajam dari publik. Proses hukum kasus ini kini ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Meski demikian, banyak pihak mulai meragukan komitmen Kejari Sumenep untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang mengorbankan ribuan warga miskin tersebut.Lembaga itu dinilai belum menunjukkan keseriusan menangani kasus besar.

Pengamat kebijakan publik, Fauzi As, menyebut Kejari Sumenep tidak memiliki rekam jejak (track record) dalam menuntaskan kasus besar, apalagi yang melibatkan tokoh-tokoh politik berpengaruh di tingkat nasional.
“BSPS ini kan program dari APBN. Sampai sekarang belum pernah Kejaksaan Sumenep terbukti mampu mengusut tuntas kasus besar yang melibatkan anggota DPR RI,” kata Fauzi As saat dimintai tanggapan, Selasa (23/4/2025).
Sebagai informasi, program BSPS adalah inisiatif Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tujuannya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memperbaiki rumah tidak layak huni.
Namun di lapangan, dugaan pemotongan dana, pengadaan bahan yang tak sesuai standar, hingga dugaan keterlibatan aktor politik membuat program ini dinilai telah menyimpang dari tujuannya.
Fauzi mencontohkan, sebelumnya Kejari Sumenep juga menghentikan penyelidikan kasus dugaan penggelapan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di sejumlah sekolah. Alasan penghentiannya pun dinilai tidak logis.

“Waktu itu sudah ada alat bukti, bahkan ada yang sudah mengembalikan uang. Tapi penyelidikannya dihentikan dengan alasan tokoh kuncinya kabur. Padahal itu bisa diusut lebih lanjut,” jelasnya.
Atas dasar itu, Fauzi pesimistis Kejari Sumenep berani menuntaskan perkara BSPS, apalagi jika penyidikan sampai menyentuh nama besar seperti Said Abdullah, politisi senior yang disebut-sebut sebagai aspirator program BSPS di Sumenep.
“Yang menarik dari kasus BSPS ini adalah, ada kabar bahwa Kejaksaan tidak mungkin berani menyentuh Said Abdullah. Padahal ini menyangkut lembaga sekelas DPR RI,” tegasnya.
Fauzi menyatakan, dugaan pelanggaran dalam program BSPS sudah sangat jelas terlihat. Ia menilai, proses pengusutan tidak perlu berbelit jika hanya menyasar pelaku di level bawah seperti pendamping atau koordinator kabupaten (korkab).
“Kalau cuma ngusut pendamping atau korkab, itu nggak usah jaksa. Semua sudah jelas, mulai dari besaran potongan sampai harga bahan. Jadi jangan dibuat seolah-olah sulit,” katanya.
Namun sayangnya, lanjut Fauzi, keberanian Kejari Sumenep selama ini sangat diragukan jika berhadapan dengan elit politik. Hal itu menjadi salah satu penghambat utama pengungkapan kasus BSPS.
“Masalahnya itu, kejaksaan takut jika berhadapan dengan politikus. Padahal aspirator program ini berasal dari partai politik. Ini yang membuat proses hukum jadi mentok,” tambahnya.
Karena itu, Fauzi meminta agar penanganan kasus BSPS diambil alih oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) demi menjamin proses hukum berjalan objektif dan menyeluruh.
“Kalau Kejagung saya percaya. Tapi kalau Kejari Sumenep, belum ada bukti pernah ungkap kasus besar. Jadi saya minta kasus ini diambil alih oleh Kejagung,” pungkasnya.
Penulis : Mif