GARUT, nusainsider.com — Sektor pertanian berkontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Pada Triwulan I 2023, sektor ini menyumbang 11,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Namun, rendahnya produktivitas pertanian membuat masyarakat pedesaan, termasuk Kabupaten Garut, rentan terhadap kemiskinan. Salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani adalah pemberdayaan perempuan di sektor ini.

Perempuan memainkan peran penting dalam pertanian, mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran dan pengelolaan keuangan. Namun, peran mereka sering dipandang sebelah mata, hanya sebagai ‘penolong suami’.
Keterbatasan akses terhadap sumber daya, teknologi, dan pengambilan keputusan menjadi tantangan yang dihadapi oleh petani perempuan.
Latar belakang ini mendorong Badan Kerjasama dan Manajemen Pengembangan (BKMP) Universitas Airlangga (UNAIR) melakukan penelitian bertajuk ‘Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pertanian’.
Penelitian yang didukung oleh INKLUSI (Kemitraan Australia – Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) dan organisasi ‘Aisyiyah ini mengkaji kondisi petani perempuan di Kabupaten Garut, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lahat, dan Kabupaten Kolaka.

Riset Ungkap Kondisi Perempuan Petani di Garut
Hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam acara diseminasi di Kabupaten Garut pada 13 September 2024. Salah satu peneliti, Shochrul Rohmatul Ajija, S.E., M.Ec., mengungkapkan bahwa sebagian besar petani perempuan di Garut bekerja di sawah selama 5-8 jam per hari. Mereka mengelola lahan dengan modal rata-rata Rp11.000 per meter persegi.
Meskipun 56% di antaranya tercatat sebagai anggota kelompok tani, sebagian besar perempuan petani tetap mencantumkan “ibu rumah tangga” sebagai pekerjaan utama di kartu identitas mereka.
Meski memiliki semangat tinggi, mayoritas petani perempuan di Garut pernah mengalami kerugian akibat sulitnya akses terhadap pupuk, pestisida, dan bibit tanaman. Sebagian besar dari mereka juga belum memanfaatkan teknologi, seperti smartphone, dalam mendukung kegiatan pertanian.
Tingkat Pemberdayaan Perempuan di Garut Masih Rendah
Penelitian ini menggunakan Women’s Empowerment in Agriculture Index (WEAI) untuk mengukur pemberdayaan perempuan di sektor pertanian. Muhammad Syaikh Rohman, S.E., M.Ec., peneliti lainnya, menyebutkan bahwa 84% petani perempuan di Garut masih tergolong belum berdaya, dengan tingkat ketidakberdayaan mencapai 33%.
Faktor-faktor seperti pengambilan keputusan produktif, akses kredit, serta otonomi dalam kegiatan produksi masih didominasi oleh laki-laki.
“Salah satu tantangan terbesar adalah perempuan belum sepenuhnya memiliki otonomi dalam membuat keputusan penting terkait pertanian. Sebagian besar keputusan masih diambil oleh suami atau kepala keluarga,” kata Syaikh Rohman.
Pemberdayaan Berdampak pada Akses Layanan Kesehatan
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan berpengaruh signifikan terhadap akses mereka terhadap layanan kesehatan, seperti BPJS. Namun, peningkatan pemberdayaan belum berdampak langsung pada akses bantuan sosial lainnya, seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Menariknya, kepemilikan tabungan menjadi salah satu indikator utama pemberdayaan perempuan di Garut. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam organisasi, seperti PKK dan ‘Aisyiyah, dapat meningkatkan pemberdayaan jika program-program yang ada efektif.
Tanggapan Pemangku Kepentingan
Acara diseminasi ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kelompok Wanita Tani (KWT), Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, serta perwakilan dari pemerintah daerah dan lembaga keuangan. Para peserta menyampaikan harapan agar hasil penelitian ini menjadi dasar perumusan kebijakan yang lebih mendukung perempuan di sektor pertanian.
Perwakilan kelompok tani menyatakan pentingnya menjaga semangat perempuan petani melalui kebijakan yang tepat, terutama dalam menyikapi fluktuasi harga hasil panen yang kerap menimbulkan kerugian.
Acara diseminasi ini menutup rangkaian penelitian yang diharapkan dapat berkontribusi pada penguatan peran perempuan di sektor pertanian, khususnya di Kabupaten Garut.
Penulis : Zi