SUMENEP, nusainsider.com — Dugaan praktik jual beli Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) hingga berpotensi fiktif di DPRD Kabupaten Sumenep menjadi sorotan tajam Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM).
Salah satu nama yang disorot adalah H. Latib, mantan anggota DPRD Sumenep dari Fraksi PPP. Ia disebut menjadi sampel dari dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran Pokir yang tidak transparan.

Pokir yang dimaksud merupakan dana aspirasi anggota DPRD dengan nominal sekitar Rp1,5 miliar per anggota. Dana ini seharusnya disalurkan sesuai daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.
Namun, ALARM menduga dana Pokir justru dialihkan ke luar dapil asal legislator, sehingga mengindikasikan adanya potensi praktik fiktif atau jual beli proyek yang merugikan rakyat.
Dalam kasus H. Latib, dana Pokir yang seharusnya berada di Dapil II justru ditemukan dialokasikan ke Dapil VIII, tepatnya di wilayah kepulauan Sapeken, Sumenep.
“Dia dulu di Dapil II, tapi kenapa proyeknya justru di Dapil VIII? Ini kuat dugaan difiktifkan, Mas,” ujar Syaiful Bahri, perwakilan ALARM kepada media nusainsider.com.
Syaiful menambahkan, pergeseran alokasi dana Pokir itu tak masuk akal secara logika dan menyalahi asas pemerataan pembangunan di dapil asal pemilih anggota dewan.

Ia pun mendesak aparat penegak hukum (APH) termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI segera turun tangan menyelidiki dan melalukan pengawasan terhadap dugaan tersebut.
Menurut ALARM, penyelidikan terhadap dana Pokir ini penting agar praktik jual beli aspirasi rakyat tidak menjadi tradisi buruk dalam sistem perwakilan rakyat di daerah.
“Kami meminta KPK dan BPK RI melakukan audit menyeluruh terhadap dana Pokir di DPRD Sumenep. Jangan sampai ada rakyat yang dikorbankan karena proyek berpotensi fiktif,” tegas Syaiful.
Tak hanya KPK dan BPK, Syaiful juga mendesak Kepolisian Resor (Polres) Sumenep untuk tidak tinggal diam menyikapi laporan dugaan korupsi tersebut.
Ia mengingatkan bahwa ALARM akan terus mengawal kasus ini, bahkan siap turun ke jalan jika Polres Sumenep terkesan menutup mata terhadap persoalan tersebut.
“Jika Polres Sumenep diam saja, kami akan gelar aksi besar-besaran untuk menuntut kejelasan hukum. Jangan sampai rakyat terus dikhianati,” ancamnya.
Lebih lanjut, ALARM menyebut adanya indikasi kuat bahwa praktik semacam ini tidak hanya terjadi pada satu atau dua legislator saja, tetapi bisa melibatkan banyak pihak.
“Kalau satu orang saja bisa mengalihkan proyek seenaknya, bagaimana dengan yang lain? Ini sistemik dan harus dibongkar habis,” tambah Syaiful.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan Pokir agar setiap rupiah dana publik digunakan secara tepat sasaran dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Syaiful meminta DPRD Sumenep untuk membuka data alokasi Pokir dari setiap anggota dewan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik kepada publik.
“Kalau memang bersih, buka saja datanya. Biar publik tahu siapa yang main proyek dan siapa yang benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujarnya lagi.
ALARM juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi dan melaporkan jika menemukan kejanggalan dalam proyek-proyek pembangunan yang didanai dari dana aspirasi.
Syaiful menegaskan, jika aparat penegak hukum lambat bertindak, pihaknya akan melaporkan langsung ke KPK RI dengan membawa bukti-bukti pendukung.
“Kami tidak main-main. Kalau perlu, kami akan bawa data ini ke Jakarta agar penegakan hukumnya benar-benar serius,” katanya.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak DPRD Kabupaten Sumenep H. Latib sendiri terkait tudingan tersebut. Bahkan pihak kedua, PJ Kepala Desa Saur-saebus juga enggan merespon upaya konfirmasi pewarta media nusainsider.com
Namun, tekanan publik terus meningkat, terlebih dengan desakan dari berbagai elemen masyarakat sipil yang meminta transparansi dan akuntabilitas.
Dugaan proyek yang berpotensi fiktif dan praktik jual beli Pokir menjadi peringatan keras terhadap lemahnya pengawasan serta potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum legislatif.
Kasus ini juga menjadi cerminan perlunya reformasi dalam pengelolaan dana publik, terutama di level legislatif daerah agar sesuai dengan prinsip keadilan sosial.
ALARM menyatakan bahwa mereka tidak akan berhenti sebelum kasus ini diusut tuntas dan pihak-pihak yang terlibat diberikan sanksi hukum yang setimpal.
“Ini soal keadilan bagi rakyat Sumenep. Jangan sampai wakil rakyat justru mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat,” Tutup Syaiful Bahri.
Penulis : Dre