SUMENEP, nusainsider.com — Malam ketiga gelaran Madura Culture Festival (MCF) #3 di Stadion A. Yani Sumenep benar-benar pecah.
Kabupaten Lumajang berhasil memukau ribuan penonton lewat penampilan musik dangdut bernuansa humoris yang sukses membuat pengunjung larut dalam joget manja.

Alunan musik yang dimainkan terasa unik dan memikat. Dengan kombinasi instrumen tradisional, setiap nada yang tercipta seolah menghipnotis pengunjung hingga tak kuasa menahan diri untuk ikut berjoget mengikuti irama. Suasana hangat dan penuh keceriaan langsung tercipta di area festival.
Menurut para budayawan Lumajang, penampilan ini tak sekadar hiburan, melainkan juga bentuk nyata akulturasi budaya.
Dari proses percampuran itulah lahir musik Danglung, salah satu kesenian tradisional khas Lumajang yang sarat nilai sejarah dan filosofi.
Musik Danglung sendiri berkembang sejak masa migrasi masyarakat Madura ke Lumajang. Perpaduan budaya antara masyarakat Madura dan Jawa setempat melahirkan harmoni baru yang kemudian dikenal luas hingga sekarang.
Alat musik yang digunakan pun khas, antara lain gong, kenong telo’, kendang, terompet, kentongan, jidor, serta gamelan. Perpaduan bunyi dari berbagai instrumen ini menghasilkan irama indah yang kuat, dinamis, sekaligus penuh nuansa tradisional.
Sejak era 1950-an, musik Danglung sudah dikenal luas dan kerap dimainkan dalam berbagai kesempatan penting. Biasanya, kesenian ini hadir sebagai pengiring tarian tradisional khas Lumajang, memperkaya nuansa budaya daerah tersebut.
Beberapa tarian yang identik dengan iringan musik Danglung antara lain Tari Glipang, Tari Topeng Kaliwungu, Jaran Sleneng, dan Jaran Kencak. Keempat tarian ini menggambarkan ekspresi kegembiraan, kekuatan, serta kearifan lokal masyarakat Lumajang.
Tak heran bila kehadiran musik Danglung di panggung MCF #3 sukses mencuri perhatian penonton. Selain menghadirkan hiburan yang meriah, penampilan ini juga menyuguhkan edukasi budaya tentang bagaimana tradisi bisa tetap lestari sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman.
Kini, Danglung bukan hanya sekadar kesenian, tetapi juga simbol harmonisasi dua budaya besar Jawa dan Madura yang berpadu indah di Lumajang.
Warisan budaya ini terus dijaga dan diperkenalkan ke generasi muda agar tak hilang ditelan arus modernisasi.
Malam itu, Lumajang benar-benar berhasil membuktikan bahwa seni tradisi bisa tampil segar dan memikat. Ribuan penonton pun pulang dengan kesan mendalam, membawa cerita tentang bagaimana musik mampu menyatukan, menghibur, sekaligus menjaga akar budaya.
![]()
Penulis : Wafa

















