SEMARANG, nusainsider.com — Dalam rangkaian Lokakarya Media yang digelar Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama para pimpinan redaksi media wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa), isu kepercayaan publik terhadap media menjadi sorotan utama.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Hotel Guyama, Semarang, Jawa Tengah, itu mengangkat tema “Optimalisasi Peran Media dalam Mendorong Capaian Target Hulu Migas Nasional ” Salah satu pembicara, Muhammad Jazuli, memaparkan materi terkait pedoman Dewan Pers dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia media serta upaya mediasi antara media dan publik.
Menurutnya, jumlah pengaduan yang masuk ke Dewan Pers mengalami lonjakan signifikan, meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Hingga akhir tahun 2025, jumlah aduan diprediksi menembus lebih dari 1.000 kasus.

“Dari banyak aduan yang kami tangani, lebih dari 95 persen berujung pada kekalahan media sebagai pihak teradu,” ungkap Jazuli dalam paparannya, Rabu 8 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, peningkatan aduan disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, publik kini semakin paham dan berani melapor ketika menemukan produk jurnalistik yang dinilai melanggar etika. Kedua, akses pengaduan ke Dewan Pers semakin terbuka dan mudah dijangkau. Ketiga, munculnya banyak media daring baru di berbagai daerah tidak diimbangi dengan kompetensi jurnalis yang memadai.
“Pers kita berkembang pesat secara kuantitas, tapi secara kualitas justru banyak mengalami penurunan. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua pihak,” tegasnya.
Jazuli sapaan akrabnya juga menjelaskan bahwa output dari proses pengaduan di Dewan Pers terdiri dari tiga bentuk utama.
Pertama, surat pemberitahuan resmi; kedua, risalah hasil mediasi antara pelapor dan terlapor; serta ketiga, PPAR (red. Penanganan, Pernyataan, dan Rekomendasi) yang menjadi acuan penyelesaian kasus etik.
“Perlu dipahami, Dewan Pers hanya menangani pelanggaran etik jurnalistik. Bila terjadi dugaan pemerasan atau tindak pidana lain yang dilakukan oleh oknum wartawan, maka penanganannya berada di ranah kepolisian,” tegasnya menutup pemaparan.
Diskusi kemudian berlanjut dengan sesi tanya jawab interaktif antara Dewan Pers dan insan media. Suasana hangat dan kritis mewarnai dialog, mencerminkan semangat bersama untuk menjaga profesionalisme dan kepercayaan publik terhadap media di tengah disrupsi digital, maraknya hoaks, serta tekanan politik dan ekonomi.
Forum tersebut juga menegaskan kembali empat pilar utama kepercayaan publik terhadap media, yakni transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, dan integritas.
Transparansi mendorong media terbuka terhadap sumber dan metode peliputan. Akuntabilitas mengajarkan pentingnya koreksi bila terjadi kesalahan. Kredibilitas menuntut konsistensi dalam menyajikan fakta, sedangkan integritas menegaskan komitmen terhadap kode etik jurnalistik.
Dalam era digital yang kian kompleks, strategi membangun kepercayaan publik menuntut media untuk menyajikan berita berimbang, menghindari clickbait, memperkuat peran fact-checking, dan membuka ruang dialog dengan audiens.
Selain itu, teknologi dan kecerdasan buatan (AI) juga diharapkan digunakan secara etis dalam proses peliputan. Pemanfaatan media sosial untuk distribusi informasi yang sehat, penggunaan data secara bertanggung jawab, serta transparansi algoritma dalam penyebaran konten menjadi bagian penting dari upaya menjaga jurnalisme berkualitas.
Menutup acara, para peserta lokakarya sepakat bahwa jurnalisme berkualitas bukan semata bisnis informasi, melainkan tanggung jawab moral untuk menjaga demokrasi dan membangun kepercayaan publik.
Penulis : Wafa