SUMENEP, nusainsider.com — Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang ramai dibicarakan di media lokal dan nasional kini menuai tanda tanya. Salah satu desa penerima disebut tidak tahu menahu soal bantuan tersebut.
Desa Saseel, Kecamatan Kepulauan Sapeken, Kabupaten Sumenep, disebut dalam data media RadarMadura.id beberapa bulan lalu sebagai salah satu penerima program BSPS tahun 2024, dengan kuota 60 unit rumah.

Namun, data tersebut dibantah keras oleh Kepala Desa Saseel, Taufek, SE. Ia mengaku tidak tahu-menahu soal adanya program BSPS yang terealisasi di desanya pada tahun 2024 lalu.
“Saya heran juga, itu data dapat dari mana. Sedangkan Desa Saseel tidak mendapat bantuan BSPS sama sekali,” ujar Taufek saat dikonfirmasi media nusainsider.com pada Jumat, 18 April 2025 melalui akun WhatsApp.
Menurut Taufek, dirinya memang pernah mengusulkan nama-nama masyarakat penerima bantuan pada dua tahun lalu, namun hingga saat ini belum ada realisasi dari pemerintah pusat.
“Iya mas, saya memang mengusulkan pada tahun 2023, tapi tidak kunjung terealisasi sampai sekarang,” jelasnya dengan nada kecewa.
Terkait adanya isu pemanggilan Kepala Desa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep untuk dimintai keterangan, Taufek menegaskan dirinya belum pernah mendapat panggilan resmi.
“Sementara belum ada pemanggilan, mas,” ujarnya singkat.
Sementara itu, aktivis pemuda asal Desa Saseel, Miftahul Arifin, juga membenarkan bahwa tidak ada pembangunan rumah yang bersumber dari program BSPS di desanya.

Miftah, yang juga merupakan pengurus organisasi kepemudaan Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) Kabupaten Sumenep, mengaku tidak melihat adanya rumah baru yang dibangun dari dana BSPS.
“Iya, waktu saya pulang kampung sejak sebelum Ramadhan tahun ini hingga sekarang sudah balik ke kota, saya tidak menemukan bangunan hasil bantuan tersebut, mas,” katanya kepada nusainsider.com, Jumat 18 April 2025.
Ia mengkhawatirkan adanya proyek fiktif yang mencatut nama desa, sehingga menciptakan kesan telah terjadi penyimpangan dana program bantuan perumahan tersebut.
“Jangan sampai desa kami dijadikan tempat proyek fiktif. Selain menipu rakyat yang membutuhkan, itu juga menipu kami sebagai aktivis yang peduli terhadap keadilan sosial,” ujarnya dengan tegas.
Menurutnya, Kejari Sumenep harus serius menangani kasus ini dan tidak boleh membiarkan aktor utama proyek fiktif ini lolos dari jeratan hukum.
“Kejari Sumenep harus usut tuntas pelaku utama proyek ini. Jangan sampai ‘Lembek‘ apalagi ‘Masuk Angin‘, sebab ini sudah mencederai marwah perjuangan rakyat,” tegas Miftah.
Lebih lanjut, Miftah berharap agar kejaksaan tidak hanya menindak kasus ini di permukaan dengan melakukan pemanggilan kepala desa, tetapi benar-benar menelusuri siapa pihak yang mencantumkan data penerima fiktif tersebut.
“Penting bagi penegak hukum untuk mengungkap siapa yang bermain di balik data penerima yang tidak pernah ada itu. Kalau tidak ditindak, ini bisa jadi preseden buruk ke depan,” katanya.
Ia juga mendorong masyarakat dan kepala desa lainnya di wilayah Kepulauan Sapeken untuk terbuka dan tidak takut menyampaikan informasi jika memang terdapat kejanggalan.
“Jangan takut. Kalau memang merasa tidak menerima bantuan, sampaikan ke media dan ke aparat hukum. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal keadilan bagi rakyat miskin,” tambahnya.
Kasus ini menambah deretan laporan dugaan penyimpangan program bantuan sosial di Kabupaten Sumenep yang mencuat ke publik selama beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya, sejumlah desa lain juga dikabarkan menerima bantuan BSPS dalam jumlah besar. Namun, implementasinya di lapangan tidak jelas dan sulit diverifikasi oleh masyarakat.
Program BSPS sendiri merupakan inisiatif pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR yang bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni.
Bantuan biasanya berupa dana stimulan untuk memperbaiki atau membangun rumah secara swadaya, dengan nominal 20Jt yang disalurkan ke rekening pengadaan barang (red. Toko terdaftar).
Namun, jika data penerima tidak sesuai dengan kondisi lapangan, maka patut dicurigai adanya permainan data atau penyelewengan anggaran di balik proses distribusinya.
Dalam konteks ini, dugaan proyek fiktif menjadi sangat relevan untuk diselidiki oleh aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan juga aparat Kepolisian daerah.
Menurut ketua ALARM Sumenep, Syaiful Bahri, kasus semacam ini tidak boleh dianggap sepele karena menyangkut kredibilitas program sosial pemerintah.
“Kalau betul data penerima fiktif, maka ini adalah bentuk korupsi terstruktur yang menyasar dana rakyat miskin. Harus diusut sampai ke akar,” ujarnya dalam wawancara terpisah.
Ia menyarankan agar kejaksaan bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau kepolisian daerah untuk melakukan audit lapangan dan penelusuran dokumen.
“Audit investigatif penting untuk mengonfirmasi apakah benar ada bantuan yang dikucurkan, siapa penerimanya, dan apakah pembangunan rumah itu benar-benar ada,” katanya menutup.
Penulis : Wafa