SUMENEP, nusainsider.com — Dunia perdesaan di Kabupaten Sumenep tengah diguncang kabar mengejutkan. Ratusan Kepala Desa (Kades) dipanggil Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep terkait dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2024.
Program BSPS tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, dengan total anggaran mencapai Rp108 miliar. Bantuan itu seharusnya digunakan untuk memperbaiki rumah-rumah tidak layak huni milik warga miskin.

Namun, muncul dugaan bahwa dana bantuan tersebut disunat oleh oknum Kepala Desa yang menjadi penerima atau pengusul bantuan tersebut. Dugaan ini membuat Kejari Sumenep segera bertindak cepat.
Pemeriksaan terhadap para Kepala Desa dilakukan secara maraton dan dimulai sejak Rabu (09/04/2025). Hari pertama pemanggilan difokuskan kepada lima orang Kades dari sejumlah kecamatan.
“Hari ini merupakan hari pertama pemanggilan atas dugaan kasus korupsi dana BSPS 2024 di wilayah Sumenep,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata, Rabu (9/4/2025) dalam pemberitaan media ini sebelumnya.
Indra sapaan akrabnya menambahkan, pemeriksaan ini merupakan langkah awal untuk menelusuri dugaan penyimpangan anggaran yang terjadi dalam proses penyaluran bantuan tersebut. Tidak menutup kemungkinan jumlah pihak yang dipanggil akan terus bertambah.
Menanggapi pemanggilan tersebut, Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Sumenep, Miskun Legiyono, turut angkat bicara. Ia menilai keterlibatan para Kades dalam program BSPS selama ini hanya sebatas pengusul.

“Desa hanya berperan sebagai pengusul, bukan pelaksana program. Jadi tidak ada hubungannya langsung dengan teknis penggunaan dana BSPS itu,” kata Miskun Legiyono, yang akrab disapa Kades Iyon, Rabu (9/4/2025).
Ia menegaskan bahwa pelaksana program BSPS melibatkan tiga unsur utama, yakni penerima bantuan (masyarakat), pendamping program, dan toko material sebagai penyedia bahan bangunan.
Menurutnya, struktur pelaksanaan itu seharusnya sudah cukup menjelaskan bahwa Kepala Desa tidak memiliki wewenang dalam penggunaan anggaran yang diturunkan melalui program BSPS.
“Oleh karena itu, sebagai Ketua AKD, saya siap membela Kepala Desa mana pun jika mereka dipermasalahkan dalam konteks pelaksanaan program ini,” tegas Iyon.
Ia mengingatkan, jangan sampai para Kepala Desa menjadi kambing hitam dalam kasus yang pelaksana teknisnya bukan mereka. Menurutnya, peran Kades murni administratif.
“Sudah jelas, keterlibatan Desa hanya sebatas mengusulkan calon penerima berdasarkan kondisi masyarakat. Tidak lebih dari itu,” lanjutnya.
Namun, saat ditanya alasan mengapa Kepala Desa justru yang pertama dipanggil oleh pihak kejaksaan, Iyon mencoba memberikan penjelasan kemungkinan alasan tersebut.
“Mungkin sejumlah Kades itu dipanggil hanya sebagai saksi saja. Karena tidak mungkin Kepala Desa tidak tahu bahwa warganya menerima bantuan,” kata dia.
Ia menilai sangat wajar jika pihak kejaksaan terlebih dahulu memanggil Kepala Desa karena mereka memiliki informasi awal tentang calon penerima bantuan.
“Pihak Kejaksaan tentu ingin mengonfirmasi proses awal pengusulan, termasuk siapa yang ditunjuk, dan bagaimana proses identifikasi calon penerima dilakukan di lapangan,” tambahnya.
Kendati demikian, ia tetap menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Kejaksaan. Ia hanya berharap agar prosesnya berjalan transparan dan adil, tanpa menyudutkan pihak yang tidak terlibat langsung.
Iyon juga meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa semua Kades terlibat. Ia menilai belum tentu semua pengusul ikut menikmati dana BSPS.
“Sangat mungkin oknum di luar struktur pemerintahan desa yang bermain, atau mungkin ada persoalan pada pendamping dan toko penyedia bahan,” katanya menduga.
Ia menilai perlunya audit menyeluruh pada seluruh pelaksanaan program BSPS agar tidak hanya memeriksa Kades, tapi juga pendamping dan penyedia barang.
Program BSPS sendiri merupakan inisiatif dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki tempat tinggal layak.
Namun, jika dana sebesar itu benar-benar diselewengkan, maka hal ini menjadi preseden buruk bagi penyaluran bantuan dari pusat ke daerah.
Kejaksaan Negeri Sumenep belum mengeluarkan keterangan lebih lanjut terkait apakah para Kades tersebut akan berlanjut pada status tersangka atau masih sebatas saksi.
Sementara itu, gelombang pemanggilan terhadap para Kepala Desa akan terus berlanjut dalam beberapa hari ke depan. Pihak Kejari memastikan proses penyelidikan dilakukan secara menyeluruh dan profesional.
Masyarakat pun diminta untuk bersabar dan tidak menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya. Semua pihak diharapkan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
Penulis : Dre