JATIM, nusainsider.com — Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sekaligus pendiri Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM), Ach Toifur Ali Wafa, menyampaikan kekhawatirannya terkait masa depan ekonomi Madura lima tahun mendatang.
Kekhawatiran tersebut ia sampaikan langsung kepada anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Lia Istifhama, S.Sos.i., M.E.I., yang juga dikenal sebagai keponakan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Menurut Toifur sapaan akrabnya, pembekuan sejumlah Perusahaan Rokok (PR) di empat kabupaten di Pulau Madura, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, serta pembatasan pita cukai oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas perintah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dinilai sangat berdampak terhadap perekonomian daerah.
Ia menilai kebijakan tersebut secara perlahan akan mematikan denyut ekonomi Madura yang selama ini bergantung pada sektor tembakau dan industri rokok lokal.
Apalagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Madura tercatat sebagai penghasil tembakau terbesar nomor tiga di Indonesia.
“Langkah ini seolah menjadi upaya sistematis pemerintah pusat dalam menekan ekonomi Madura. Padahal, keberadaan perusahaan rokok selama ini menjadi penopang harga tembakau agar tidak jatuh di pasaran,” ujar Toifur.
Ia menjelaskan, selama ini perusahaan rokok lokal berperan penting dalam menjaga kestabilan harga tembakau karena menjadi pembeli utama hasil panen petani. Dengan adanya pembekuan PR, ia khawatir para petani tembakau akan kehilangan pasar dan terpuruk secara ekonomi.
“Kalau PR di Madura terus dibekukan dan pita cukai terus dibatasi, otomatis petani kita akan kesulitan menjual hasil panennya. Madura akan kehilangan komoditas andalan yang menjadi kebanggaan daerah,” tambahnya.
Toifur menyebut kebijakan yang diterapkan Kementerian Keuangan justru berpotensi menciptakan masalah baru. Alih-alih menekan kerugian negara, kebijakan tersebut dapat menghilangkan mata pencaharian ribuan buruh dan petani tembakau di empat kabupaten.
Ia berharap pemerintah pusat lebih bijak dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi di daerah.
“Kementerian Keuangan seharusnya membuat kebijakan yang solutif, bukan malah mematikan usaha kecil yang menopang ekonomi masyarakat Madura,” tegasnya.
Toifur mengusulkan agar pemerintah membuka kembali ruang dialog dengan para pengusaha rokok lokal, petani, dan anggota legislatif guna mencari solusi yang konstruktif.
Menurutnya, beberapa langkah bisa dilakukan, antara lain menerbitkan pita cukai kelas tiga khusus bagi perusahaan kecil, atau membentuk kawasan ekonomi khusus tembakau di Madura.
“Dengan solusi seperti itu, potensi kerugian negara akibat jual-beli pita cukai bisa diminimalisir. Yang penting, ada kemauan untuk duduk bersama dan mencari jalan tengah,” ungkapnya.
Ia menilai, pembentukan kawasan ekonomi khusus tembakau di Madura akan menjadi langkah strategis untuk menyeimbangkan antara kepentingan negara dan kelangsungan ekonomi masyarakat lokal.
“Jika pemerintah memberikan ruang bagi pelaku usaha rokok kecil, maka ekonomi Madura bisa tetap tumbuh tanpa mengorbankan kepentingan nasional,” jelasnya.
Sementara itu, anggota DPD RI Dr. Lia Istifhama menyambut baik aspirasi dan kekhawatiran yang disampaikan oleh Pemuda dan Aktivis Madura.
Ia berjanji akan menindaklanjuti masukan tersebut melalui jalur konstitusional di tingkat pusat.
Menurut Ning Lia, isu pembekuan PR dan pembatasan pita cukai perlu mendapat perhatian serius, karena menyangkut keberlangsungan ekonomi masyarakat di daerah-daerah penghasil tembakau, termasuk Madura.
“Madura merupakan salah satu wilayah kepulauan dengan dua komoditas unggulan, yaitu garam dan tembakau. Kedua sektor ini perlu kita jaga dan rawat agar terus menjadi sumber penghidupan masyarakat,” ujarnya.
Ning Lia sapaan akrabnya menilai, kebijakan pemerintah pusat seharusnya lebih berpihak pada daerah penghasil komoditas strategis seperti Madura.
Ia menegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi lokal adalah bagian penting dari pembangunan nasional yang inklusif.
“Jangan sampai kebijakan yang dibuat di pusat justru menimbulkan kesenjangan ekonomi di daerah. Pemerintah perlu mendengar suara rakyat, terutama dari wilayah yang selama ini menopang sektor pertanian dan industri kecil,” imbuhnya.
Senator asal Jawa Timur itu juga mengapresiasi semangat generasi muda Madura yang terus peduli terhadap masa depan ekonomi daerahnya.
Ia menilai, peran pemuda seperti Toifur sangat penting dalam menyuarakan kepentingan rakyat di tingkat nasional.
“Masukan seperti ini sangat berharga. Saya akan sampaikan langsung kepada Kementerian Keuangan agar persoalan ini mendapat perhatian dan solusi yang berpihak kepada masyarakat Madura,” tegas Ning Lia.
Ia menambahkan, sinergi antara pemerintah, legislatif, dan pelaku usaha menjadi kunci dalam menjaga keberlangsungan ekonomi daerah.
Ning Lia berharap dialog lintas lembaga dapat segera digelar untuk membahas solusi konkret.
“Kita harus membangun komunikasi yang baik agar kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada masyarakat kecil. Jangan biarkan Madura kehilangan identitas ekonominya,” pungkasnya.
![]()
Penulis : Wafa

















