SUMENEP, nusainsider.com — Akhir-akhir ini, Dugaan Korupsi Uang Negara di kabupaten Sumenep yang Nilainya 44 M lebih Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) masih menjadi Misteri yang tidak Terpecahkan.
Diketahui, Program BSPS tersebut merupakan Program Pada tahun 2024 sebanyak 5.600 penerima, tersebar di 330 desa di Kabupaten Sumenep.
Bahkan, Anehnya, Kordinator kabupaten (Korkab) Program BSPS diduga memperjualbelikan program bantuan tersebut kepada kepala desa dengan tarif Rp 3,5 juta hingga 8Juta per-unit, “kata Syaiful Bahri, Ketua Aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) kepada Media nusainsider.com, Minggu 12 Januari 2024.
Pihaknya menemukan, ada salahsatu desa mengaku mendapatkan Bahan dan ongkos tukang sebesar kurang lebih 12Jt dari Bantuan sebesar 20Jt tersebut.
Lalu, misalkan hal itu rata dari 5.600 penerima dikalikan dengan Dana jual Beli per-unit anggap saja hitungan Maksimal 8Jt. Maka Korkab bisa mendapatkan Hasil Puluhan miliar rupiah.
Padahal, Bantuan tersebut harus sepenuhnya di Realisasikan sebagaimana Rencana Anggaran Biaya (RAB) pengajuan hingga penerima Program betul-betul merasa terbantu bukan Justru terbebani, “Imbuhnya.
Menurutnya, dirinya bersama Aktivis ALARM masih terus mengumpulkan berbagai Fakta dan melengkapi seluruh penerima yang Merasa Terbebani bahkan juga Ketidakselesaian Program tersebut sesuai RAB serta akan menempuh Jalur Hukum.
“Itu program murni bantuan dari pemerintah pusat. Namun ketika sampai ke Daerah justru diperjualbelikan. Jelas Ini mencederai kepercayaan masyarakat dan Merugikan niat baik Negara” tegasnya.
Syaiful sapaan akrabnya mendesak pemerintah terkait dalam hal ini Kementerian PUPR agar segera mengusut tuntas dugaan ini agar program BSPS berjalan sesuai tujuan awal yakni membantu masyarakat, bukan justru Membebani dengan menjadikan ladang korupsi oleh Oknum, “Tambahnya.
Apalagi, ada Laporan bahwa ada penerima yang tidak layak namun tetap mendapatkan Bantuan tersebut. Kualifikasinya, Rumahnya Bagus (red. Ber-keramik) justru Dapat sementara disamping rumahnya ada yang memang tidak layak huni justru tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Hal itu juga patut kami duga ada ketidakberesan yang ter-struktur antara Korkab, Kepala desa dan Pendamping. Apalagi juga ada penerima yang statusnya sebagai Carek/Sekretaris desa, “Pungkasnya.
Ditambahkan, Meskipun SK Turun maka pendamping berhak mencopot jika penerima tidak layak dapat karena misalnya Rumahnya sudah bagus atau masih layak.
Oleh karena itu, kami komitmen kedepan akan terus mengkawal kasus ini hingga ke penegak hukum supaya masyarakat tidak lagi ditipu oleh Oknum yang hanya mementingkan perutnya sendiri dengan memanipulasi program kesejahteraan masyarakat, “Tambahnya
Hingga Berita ini Dinaikkan, Chat whatsapp pewarta belum juga direspon hingga berita ini di Tayangkan.
Penulis : Mif