SUMENEP, nusainsider.com — Sejumlah warga Desa Saur Saebus, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, mengaku resah dengan dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum aparat desa terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Warga menyebut diminta membayar biaya pengukuran tanah sebesar Rp400.000 per bidang. Jumlah itu jauh melampaui batas maksimal yang diatur dalam regulasi nasional, yakni Rp150.000 untuk wilayah Jawa dan Bali, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang pembiayaan PTSL.

Keruhnya situasi bertambah saat beberapa warga yang mencoba meminta pengembalian dana justru mendapatkan ancaman.
Mereka diingatkan bahwa jika dana dikembalikan, maka Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) akan dicabut dan status objek pajak tanah dikembalikan ke kondisi sebelumnya.
Seorang oknum aparat desa bahkan menyampaikan pernyataan bernada intimidatif:
“Kalau masyarakat mengambil kembali semua uangnya, maka SPPT-nya sudah tidak berlaku. Pajak tanahnya akan kembali ke objek sebelumnya.”
Menanggapi hal tersebut, Ayyub, tokoh pemerhati kebijakan agraria lokal, menegaskan bahwa hingga kini Desa Saur Saebus belum termasuk dalam daftar resmi wilayah yang menjalankan program PTSL.
“Desa Saur Saebus belum melakukan pendaftaran PTSL karena sejumlah syarat administratif dan teknis belum terpenuhi. Jadi, belum seharusnya ada pungutan atau kegiatan lapangan yang dibebankan kepada masyarakat,” jelasnya.
Warga mendesak pemerintah daerah maupun pusat untuk segera memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan PTSL di desa mereka, serta menindak tegas segala bentuk pungutan di luar ketentuan yang berlaku.
Masyarakat berharap kasus ini tidak berhenti sebagai keluhan biasa, melainkan menjadi pemantik perbaikan dalam pelaksanaan PTSL secara adil dan transparan.
Penulis : Lil