SUMENEP, nusainsider.com — Peredaran Rokok Tanpa pita Cukai Alias Bodong di wilayah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur kian menggila, bahkan saluran produksinya tak terbendung.
Pasalnya, industri haram secara regulasi ini tetap merasa aman memproduksi di tempat-tempat strategis di Kabupaten berjuluk kota keris ini – tanpa beban regulasi.
Bahkan seolah-olah pemerintah atau Aparat Penegak Hukum (APH) yang dalam hal ini Bea Cukai kalah telak terhadap pola permainan korporasi yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Berdasarkan penelusuran Pimpinan Redaksi nusainsider sekaligus CEO Aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) ada salah satu pabrikan yang berlokasi di Kecamatan Ganding, Sumenep, dikabarkan milik HM itu tetap gila-gilaan memproduksi rokok bodong.
“Diantara merek rokok bodong tersebut meliputi rokok Gico, Dubai, Fantastic klik, Fantastic Mild, Milde, Milde Bold, Rebel, Albaik, Albaik Mentol Hijau,” kata Toifur Ali Wafa, Jumat (31/1/2025).
Lebih lanjut, Toifur panggil akrabnya, mengaku telah melakukan koordinasi dengan Bea Cukai Jawa Timur guna melakukan operasi pemberantasan rokok ilegal bodong di kota keris.
“Iya Mas, kami Nanti atas Nama ALARM Akan kembali Koordinasi dengan membawa Berbagai Barang Bukti (BB) peredaran Rokok Ilegal tersebut yang di Jual ke Berbagai toko dan tempat Lainnya”, ungkapnya.
Apalagi, sambung Toifur, menegaskan bahwa HM disebut-sebut kebal hukum. Sebab, bertahun-tahun bisnis haram tersebut berjalan, nampaknya masih jauh dari sentuhan penegak hukum.
“Padahal, sepanjang tahun 2024, Pemerintah Kabupaten Sumenep gencar melakukan Penertiban terhadap peredaran rokok ilegal ini. Apa mungkin Satpol PP maupun Bea Cukai tutup mata terhadap pabrikan ini, ” Tanyanya penuh keheranan.
Selain itu, lanjut Aktivis ulung tersebut menjelaskan, bahwa peredaran rokok ilegal juga menambah beban ekonomi negara, karena menghindari pajak yang seharusnya diperoleh dari penjualan rokok legal.

“Hal ini berdampak pada penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai program kesehatan dan kampanye pencegahan merokok, ” Ujarnya.
Sebab pada level pertama, masih kata Toifur, rokok berdampak buruk bagi kesehatan perokok, sedangkan pada level kedua, dampaknya juga dirasakan oleh perokok pasif. Pengenaan cukai bertujuan untuk memitigasi kerugian ini.
Namun, apabila yang dikonsumsi adalah rokok ilegal, dampaknya meluas hingga ke level ketiga, yakni tidak adanya dana untuk mitigasi, dan level keempat, yakni ketidakadilan dalam persaingan usaha.
“Dampak selanjutnya pada level kelima adalah ancaman pidana bagi produsen, diikuti oleh level keenam yang berisiko bagi pedagang, serta level ketujuh yang meningkatkan jumlah pengguna rokok dari kalangan usia muda. Pada level kedelapan, peredaran rokok ilegal juga menghambat upaya pengentasan kemiskinan, “ pungkasnya.
Penulis : Mif