SUMENEP, nusainsider.com — Upaya reformasi birokrasi dan pembangunan zona integritas yang digaungkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tampaknya belum sepenuhnya berjalan di Kabupaten Sumenep.
Dugaan pungutan liar (pungli) di Puskesmas Pamolokan mencederai semangat tersebut dan menodai citra pelayanan publik.

Praktik pungli yang diduga terjadi di Puskesmas Pamolokan hingga kini belum mendapat tindakan tegas dari aparat penegak hukum maupun pihak berwenang. Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar terkait komitmen daerah dalam menegakkan aturan dan menjaga integritas pelayanan kesehatan.
Informasi yang berkembang menyebutkan, kasus dugaan pungli tersebut tidak hanya berhenti pada persoalan internal puskesmas. Bahkan, dalam kegiatan besar yang akan digelar pada peringatan Hari Jadi Kabupaten Sumenep mendatang, nama Kepala Puskesmas Pamolokan, dr. Novi, kembali disebut-sebut sebagai penanggung jawab kegiatan tersebut.
Padahal, publik berharap peringatan Hari Jadi Kabupaten Sumenep ke-756 Tahun 2025 ini menjadi momentum refleksi dan kebanggaan daerah, bukan justru dikotori oleh figur yang sedang disorot karena persoalan dugaan pungli.
Keterlibatan dr. Novi sebagai event organizer (EO) dalam Sumenep Batik Festival 2025 pun semakin menambah kontroversi.
Kondisi ini dianggap memperpanjang rangkaian dugaan pelanggaran etik dan tata kelola pemerintahan yang baik. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep pun dinilai kurang responsif dalam menanggapi situasi, karena tetap memberikan ruang kepada pihak yang tengah disorot publik.
Salahsatu yang ikut menanggapi persoalan ini adalah Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Perhubungan (Disperkimhub) Sumenep, Drs. Yayak Nur Wahyudi.
Ia menegaskan pentingnya penertiban segala bentuk kegiatan di lahan negara, termasuk praktik parkir berbayar di fasilitas umum seperti puskesmas.
“Masih banyak hal yang harus kita tertibkan, terutama terkait penggunaan lahan negara untuk kepentingan parkir. Semua harus ada pemberitahuan dan laporan ke Bapenda agar sesuai prosedur,” tegas Yayak Nur wahyudi saat di konfirmasi media nusainsider.com, Jumat 10 Oktober 2025.
Menurutnya, edukasi kepada masyarakat dan pengelola fasilitas publik perlu terus dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan.
Ia menekankan bahwa kegiatan parkir di lahan milik negara harus jelas pengelolaannya dan tidak boleh menjadi celah untuk melakukan pungutan liar.
“Untuk yang di puskesmas pamolokan, saya akan menelusuri karena itu posisinya di lahan milik pemerintah. Tentu tidak boleh ada pungutan tanpa laporan resmi ke Bapenda dari pihak pengelola,” lanjutnya.
Yayak sapaan akrabnya mengaku belum bisa menyimpulkan apakah praktik di Puskesmas Pamolokan tersebut melanggar aturan atau tidak.
Namun, ia memastikan pihaknya akan menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan pengelolaan aset negara berjalan sesuai ketentuan.
“Kalau parkir itu berada di lahan puskesmas, maka pengelolaannya harus melalui koperasi, BUMDes, karang taruna, atau lembaga non pemerintah lainnya. Seperti salah satunya yang sudah diterapkan di RSUD dr. Moh. Anwar dan Puskesmas Batang-Batang,” paparnya menutup.
Pernyataan tersebut seolah memberi sinyal bahwa masih ada celah pengelolaan yang belum tertib di sejumlah puskesmas di Sumenep. Jika tidak segera ditangani, praktik seperti ini dapat menggerogoti kepercayaan publik terhadap reformasi birokrasi yang sedang dibangun.
Di sisi lain, masyarakat berharap agar aparat penegak hukum dan inspektorat daerah segera mengambil langkah konkret. Transparansi dan penegakan disiplin dianggap menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan di tingkat daerah.
“Jangan sampai semangat reformasi birokrasi hanya slogan. Kalau ada pungli, ya harus ditindak. Kalau tidak, masyarakat akan menilai bahwa sistem ini hanya formalitas tanpa makna,” ujar aktivis Kota Keris, Syaiful Bahri kepada media ini.
Pihaknya juga menyesalkan jika Pemkab Sumenep tetap melibatkan pihak yang bermasalah dalam kegiatan resmi daerah.
Menurutnya, hal tersebut menunjukkan lemahnya kontrol dan pembinaan terhadap aparatur di bawahnya.
“Harusnya pejabat yang tengah bermasalah diberi waktu untuk menyelesaikan dulu persoalannya. Jangan malah dikasih jabatan tambahan atau tanggung jawab besar di acara resmi pemerintah,” tambahnya.
Situasi ini pun menjadi ujian bagi Bupati Sumenep dan jajarannya dalam membuktikan komitmen mereka terhadap pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Kasus di Puskesmas Pamolokan seharusnya menjadi pelajaran agar reformasi birokrasi tidak hanya berhenti di tataran wacana.
Publik kini menanti langkah konkret dari aparat hukum dan Pemkab Sumenep. Apakah kasus dugaan pungli ini akan diselesaikan dengan tegas, atau justru dibiarkan menguap tanpa kejelasan.
Yang pasti, integritas pelayanan publik adalah kunci keberhasilan reformasi birokrasi. Dan jika praktik pungli terus dibiarkan, maka semangat perubahan yang diusung Kemenkes RI akan menjadi sia-sia di daerah.
Hingga berita ini dinaikkan, belum ada keterangan resmi dari pihak puskesmas maupun Kepala puskesmas pamolokan terkait dugaan Pungli tersebut (*)
Penulis : Wafa