JAKARTA, nusainsider.com — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 tidak akan naik. Kepastian ini disampaikan usai dirinya bertemu sejumlah pengusaha rokok yang beberapa tahun terakhir menghadapi tekanan akibat perlambatan ekonomi dan melemahnya daya beli masyarakat.
Keputusan pemerintah itu disambut positif oleh Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama. Ia menilai kebijakan ini menjadi angin segar bagi industri rokok dan tembakau, terutama di daerah penghasil tembakau dan cengkeh yang selama ini ikut terpukul oleh penurunan produksi.

“Tidak naiknya cukai rokok bisa memberi ruang napas bagi industri, petani, dan pekerja yang terlibat di sektor ini. Karena kenaikan cukai selama ini justru mematikan mata pencaharian masyarakat kecil. Saya berharap industri rokok kembali berjaya,” ungkap Ning Lia.
Dalam pertemuannya dengan Badko HMI beberapa hari lalu di kantor Perwakilan DPD RI, Ning Lia juga menyinggung fenomena maraknya rokok ilegal.
Di sejumlah daerah, rokok ilegal kerap disebut sebagai “Rokok Kerakyatan” karena harganya lebih terjangkau dibandingkan rokok legal yang harganya melonjak akibat tarif cukai tinggi.
“Nah, di sinilah tantangan kebijakan negara. Jika masyarakat tidak mampu membeli rokok legal, mereka beralih ke rokok ilegal. Padahal, jika diakomodir dengan regulasi tepat, rokok-rokok ini sebenarnya bisa menjadi tambahan pemasukan bagi negara,” jelasnya.
Politisi yang kerap dinobatkan sebagai wakil rakyat terpopuler versi ARCI itu menilai, pemerintah dapat mempertimbangkan skema legalisasi atau penyesuaian tarif bagi rokok skala kecil agar masuk dalam sistem perpajakan resmi.
Dengan begitu, peredaran rokok ilegal bisa ditekan, sekaligus memperluas basis penerimaan negara.
Data Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan CHT hingga Juli 2025 mencapai Rp121,98 triliun, tumbuh 9,6% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp111,23 triliun. Kenaikan ini bukan hanya karena konsumsi meningkat, tetapi juga dipengaruhi kebijakan teknis di sektor perpajakan.
Secara keseluruhan, penerimaan cukai Januari–Juli 2025 sudah menembus Rp126,85 triliun atau 51,95% dari target APBN sebesar Rp244,2 triliun.
Dari jumlah tersebut, 96,1% bersumber dari CHT, sisanya dari cukai minuman beralkohol Rp10,19 triliun dan ethil alkohol Rp0,12 triliun.
Namun, meski penerimaan cukai tumbuh, produksi rokok justru mengalami kontraksi. Pada kuartal I/2025, produksi rokok turun 4,2% secara tahunan. Penurunan terbesar dialami rokok golongan I (-10,9%) yang tarif cukainya paling tinggi, sedangkan rokok golongan II tumbuh 1,3% dan golongan III tumbuh 7,4%.
Melihat tren tersebut, putri tokoh NU KH Maskur Hasyim itu mendorong pemerintah agar lebih seimbang dalam menata kebijakan rokok.
Menurutnya, kebijakan tidak menaikkan tarif cukai 2026 bisa menjadi momentum untuk memperkuat industri sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) agar lebih tepat sasaran.
“Kalau pemerintah bisa lebih adaptif, industri rokok tidak hanya selamat, tetapi juga mampu kembali memberi kontribusi besar bagi perekonomian nasional, mulai dari lapangan kerja, petani tembakau, hingga penerimaan negara yang stabil,” pungkas Ning Lia.
Penulis : Wafa