JATIM, nusainsider.com — Lagi dan lagi, pencabulan atau tindak perkosaan kepada anak dibawah umur terjadi. Kali ini menodai dunia pendidikan di Bumi Mojopahit Mojokerto. Tepatnya karena ulah seorang oknum guru ekstrakulikuler olahraga di SMKN 1 Mojoanyar, Mojokerto inisial AG yang diduga menghamili muridnya sendiri.
Gara-gara ulah gurunya yang tidak patut tersebut, mawar, 15, hamil hingga kini melahirkan bayi perempuan. Sedangkan AG (Inisial) oknum guru dan juga sebagai profesi security dealer Honda Mitra Mandiri Mojokerto masih berkeliaran dan menikmaati hari-harinya seperti biasa seakan tidak merasa bersalah dan lepas dari jeratan hukum.
Bagai disambar petir disiang bolong, Wesarianti orang tua mawar langsung murka ketika mengetahui putri semata wayangnya hamil, yang dihamili oleh gurunya sendiri yaitu AG dan langsung mendatangi rumah AG. dan melaporkan kejadian ini ke unit PPA Polres Kota Mojokerto dengan bukti laporan polisi nomor : LP.B/34/III/2024/SPKT/POLRES MOJOKERTO KOTA/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 07 Maret 2024.
Dari keterangan Wesarianti, orang tua Mawar menuturkan:
“Ketika mengetahui kehamilan mawar 6 bulan kami loh sudah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan untuk menuntut tanggung jawab kepada AG, tapi sayangnya pihak keluarganya AG tidak bisa menghargai ketulusan kami, dan justru anak kami yang dihina seakan-akan kami tidak punya malu dan AG juga sempat berkata kalau dia tidak bisa bertanggung jawab dikarenakan sudah mempunyai istri” cetusnya.
Ditambahkan olehnya, AG menunjukkan perubahan setelah kasus tersebut viral.
“Kami kan membuat laporan di Polresta Mojokerto pada bulan Maret 2024 yang didampingi oleh kuasa hukum, dan selang sebulan setelah laporan tersebut beritanya menjadi viral di sosmed, baru AG mendapatkan panggilan dari pihak Polresta Mojokerto menjelang puasa untuk dimintai keterangan, dan setelah itu barulah AG terus menerus membujuk kami agar mencabut laporan,” tuturnya.
Merasa kesabaran telah habis melihat sang anak yang kehilangan masa depan, Wesarianti pun ogah mencabut laporan.
“Kami pihak keluarga menolak segala bujuk rayu pihak AG dan melanjutkan kasus tersebut hingga mendapatkan keadilan seadil-adilnya bagi mawar, yang sudah jelas masa depannya sudah dirusak AG dan sekarang mawar juga harus menelan kepahitan karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya kembali seperti layaknya remaja seusianya” imbuhnya yang dalam proses perjuangan mencari keadilan, didampingi Samsul, S.H.,CPM., dari LBH Pembela Rakyat Negeri (PRN).
Kejadian memilukan tersebut juga memantik respon anggota DPD RI terpilih asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama. Secara tegas, ia mengungkapkan keprihatinan maraknya kasus perempuan dihamili secara tidak bertanggung jawab, bahkan tak sedikit korbannya di bawah umur.
“Kasus kejahatan kemanusiaan yang menimpa anak dibawah umur tersebut menjadi pengingat kita semua bahwa kasus serupa sangat banyak terjadi di tengah masyarakat. Ini tentu keprihatinan dan harus menjadi atensi kita bersama. Bagaimana keamanan situasi dan perlindungan yang seharusnya dimiliki anak-anak juga menjadi tanggung jawab kita semua yang sudah dewasa,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat pun harus tegas menempatkan mana korban dan pelaku.
“Menyikapi semua peristiwa atau kasus tersebut, masyarakat tidak boleh menyudutkan perempuan yang mana dalam hal ini adalah korban. Sepenuhnya kita semua harus memposisikan laki-laki yang menghamili atau melakukan tindakan asusila adalah pelaku. Jadi stop menyebut istilah suka sama suka atau menyalahkan perempuan karena kurang bisa menjaga diri dan sebagainya.”
Dengan menempatkan perempuan, apalagi dibawah umur sebagai korban, maka setidaknya mereka mendapatkan support atau dukungan penguatan mental di tengah trauma dan segala problem psikis yang mereka alami.
Hamil tanpa hubungan pernikahan, tentu beban yang sangat besar bagi seorang calon ibu. Mereka bukan hanya tertekan memikirkan masa depan dirinya sendiri, tapi juga anak yang kelak dilahirkannya. Belum lagi beban eksternal yang mana mereka memikirkan stigma masyarakat terhadapnya dan keluarganya.”jelasnya
Ning Lia, sapaan akrab advokat yang pernah menulis buku tentang resiliensi korban pelecehan seksual tersebut, kemudian menyinggung penegakan UU Perlindungan Anak.
“Atas dasar suka sama suka tidak dapat dijadikan alasan bagi pelaku untuk menghindar dari jeratan hukum. Pelaku yang melakukan persetubuhan atau percabulan terhadap anak, tetap akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya.”pungkasnya.
Senator peraih suara tertinggi perempuan non petahana se-nasional tersebut bahkan menyinggung hukuman kebiri.
“Hukuman kebiri menurut saya bukan lagi wacana tapi sudah kebutuhan untuk kelangsungan moral bangsa ini. Penegakan hukum yang tuntas sangat wajib pastinya. namun upaya preventif kejahatan serupa juga wajib ditegakkan dan diberlakukan, salah satunya adalah hukuman kebiri itu. Kebiri adalah upaya abolisionistik kejahatan seksual.” Imbuhnya.
Kebiri ini bukan lagi penting tapi harus sesegara mungkin karena kita bicara dampak berkelanjutan yang dialami korban. Bukan hanya trauma, tapi korban kehilangan masa depan yang semestinya ingin mereka miliki sesuai mimpi mereka. Belum lagi dampak psikologis yang juga dialami keluarga besar. Apalagi jika korban sampai melahirkan, maka panjang sekali dampaknya.
Di akhir, ia secara tegas menyebut bahwa hukuman seberat-beratnya pada pelaku pun, tidak bisa menutupi semua luka yang dialami korban.
Sebenarnya, sebesar apapun hukuman bagi pelaku, tidak bisa mengimbangi atau menutupi semua luka yang dialami korban. Namun karena kejahatan amoral yang dilakukan pelaku memang sudah menjadi fenomena yang nyata, maka mau tidak mau kita hanya bisa bicara penegakan hukum yang tegas dan tuntas. Sembari marilah kita selalu menguatkan korban asusila dimanapun mereka berada.
Stop stigma suka sama suka, itu tidak ada. Jangan pernah menyalahkan korban,” tegasnya.
Penulis : Dre