Jakarta — nusainsider.com Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur melalui Subseksi Prapenuntutan Tindak Pidana Umum, Ari Meilando membantah tudingan yang menyebutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berpihak terhadap terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Ari menyatakan JPU Wiwin Widiastuti telah objektif dalam menangani perkara yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Dalam putusannya, Senin (23/10/2023), Majelis Hakim menyatakan terdakwa YH terbukti bersalah dan divonis satu tahun penjara.
“Mulai dari tahap pratut hingga ke tahap penuntutan, setelah mengakomodir keluhan-keluhan kemudian juga masukan-masukan dari pihak korban maupun terdakwa. Jelas dengan sikap demikian kami dari Kejari Jaktim, sikap kami sudah cukup objektif dengan berada di tengah-tengah baik antara korban maupun terdakwa,” kata Ari dalam keterangannya, Selasa (24/10/2023).
Ia mengungkapkan, masalah penahanan terhadap terdakwa, itu merupakan hak preogratif Majelis Hakim yang berwenang. Dengan pertimbangan yang arif dan bijaksana kemudian mengalihkan menjadi ke tahanan kota.
“Di tengah persidangan baik Majelis Hakim maupun Jaksa berupaya untuk mencari inslah atau mendamaikan kedua belah pihak. Yang mana, kedua belah pihak bersepakat untuk ketemu di luar. Dan apapun hasilnya dari kedua belah pihak. Hakim dan Jaksa tidak ikut ke dalam hal tersebut,” ujarnya.
Menanggapi beragam opini yang berkembang Jaksa maupun Hakim berpihak kepada salah satu pihak, ia menegaskan itu tidak benar.
“Nol besar, isu berkembang ini akan digiring dari ranah pidana ke perdata. Artinya nanti kalau memang digiring ke perdata putusannya pasti oslag. Sedangkan hasil putusannya pada Senin, 23 Oktober 2023 kemarin, menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan dihukum satu tahun penjara yang sebelumnya dituntut oleh JPU satu tahun dan 6 bulan, masih di ambang 1/3,” terangnya.
“Jadi gak ada tuh yang namanya putusan perdata atau oslag, bebas maupun lepas. Kemudian dengan pertimbangan-pertimbangan hal yang meringankan memberatkan itu kan preogratif dari Majelis Hakim maupun JPU yang bersangkutan,” sambung Ari.
Ia menegaskan, pihaknya hanya menjelaskan soal teknis tidak terkait dengan subtansi. Laporan-laporan secara berjenjang selalu dilaporkan dari Jaksa kepada pimpinan, termasuk juga pengawasan.
“Kita selalu berkomunikasi, berkordinasi melaporkan setiap kejadian yang ada ke pimpinan, dan juga ke pengawasan Kejaksaan Tinggi. Selebihnya JPU juga selalu memberikan laporan data-data bukti persidangan. Dan itu selalu berjenjang ke pimpinan dan itu juga selalu dilampirkan juga ke pengawasan. Jadi gak ada yang aneh-aneh,” jelas Ari.
Menurut Yanuar, hal ini pembelajaran untuk semua sebelum menuduh dan menyampaikan melalui media yang dapat dibaca oleh orang banyak itu.
“Konfirmasi terlebih dahulu sehingga tidak berdampak merugikan orang. Seorang jurnalis pastinya memahami sebelum menulis berita harus melakukan cek dan ricek, memeriksa fakta, kemudian setiap informasi itu harus diverifikasi, klarifikasi kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya redaktur menyunting dan memeriksa kembali sebelum berita tersebut mendapatkan persetujuan pemimpin redaksi selaku penanggung jawab,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam perkara No: 573/Pid.B/2023/PN Jkt.Tim, Majelis Hakim pimpinan Said Husein dengan anggota Abdul Rofik dan Riyono menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap Yunita Herawati.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan penipuan dan penggelapan.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama satu tahun enam bulan.