nusainsider.com — Tulisan ini mengetuk kembali paradigma saya sebagai pemuda untuk melakukan diskusi dan klarifikasi atas opini yang dibuat media online perihal keberimbangan berita Labelisasi PKH dan Kewenangan dua Instansi Dalam satu kantor.
Saya jelaskan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) atau keluarga Pra Sejahtera yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat (KPM).
Program Perlindungan Sosial yang juga dikenal di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) ini terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi di negara-negara tersebut, terutama masalah kemiskinan kronis.
Melalui PKH, KM didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap berbagai program perlindungan sosial lainnya yang merupakan program komplementer secara berkelanjutan.
PKH diarahkan untuk menjadi episentrum dan center of excellence penanggulangan kemiskinan yang mensinergikan berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial nasional.
Sebagai bentuk transparansi siapa-siapa penerima program PKH tersebut, maka dilakukanlah yang namanya labelisasi atau penempelan sticker pada rumah KPM, sehingga dapat menjadi informasi sekaligus kontrol sosial bahwa keluarga yang bersangkutan tergolong keluarga miskin atau pra sejahtera.
Labelisasi KPM PKH ini diatur oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia Nomor 1902/4/S/HK.05.02/05/2019 tanggal 9 Mei 2019 perihal Instruksi Pemasangan Daftar Nama KPM Bantuan Sosial di Tempat Umum dan Surat Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Nomor 1000/LJS/HM.01/6/2019 tanggal 18 Juni 2019 tentang Labelisasi KPM PKH.
Informasi yang dihimpun dari berbagai wilayah, Labelisasi PKH di wilayah jawa Timur sudah banyak yang telah selesai dilaksanakan, jika dipresentasekan sekitar 95%. Apalagi di Madura, semuanya telah selesai dilaksanakan ditahun-tahun sebelumnya. Terkecuali Sumenep, Kenapa harus Sumenep? Karena Sumenep masih belum bisa move On dari yang namanya Bisnis Bantuan Sosial.
Labelisasi PKH adalah Program Kemensos RI untuk dilaksanakan di masing-masing kabupaten dengan mengacu pada intruksi kemensos RI bernomor 1902/4/S/HK.05.02/05/2019 tanggal 9 Mei 2019 yang berisi 4 (empat) point penting yang harus diperhatikan.
Artinya, sudah ada edaran yang berisi intruksi dari kemensos RI untuk melakukan labelisasi. Cuma dalam hal tersebut. Perlu ada perbaikan dalam redaksi yang awalnya kata ‘KELUARGA MISKIN’ menjadi ‘KELUARGA PRA SEJAHTERA’.
Jika kemudian, korkab PKH menolak untuk dilakukannya labelisasi karena dinilai mencederai moralitas KPM dan semacamnya, justru itu sangatlah mustahil jika KPM betul-betul masyarakat tidak mampu / miskin. Terkecuali, KPM tergolong Keluarga Mampu tapi dibuat sebaliknya.
KEMISKINAN DI SUMENEP
Kemiskinan juga menjadi topik yang berkaitan ditengah terjadinya bantuan yang tidak tepat sasaran (red. PKH) atau di berikan kepada masyarakat yang tergolong mampu.
Mari kita kaji ulang, Penerima manfaat PKH adalah bagian dari akurasi angka kemiskinan yang semakin tinggi disumenep. Padahal, ada berbagai macam bantuan yang digelontorkan di kota keris ini sejak tahun 2019 kemarin tapi tidak membuahkan hasil, lalu angka kemiskinan di sumenep direkayasa oleh siapa? Karena Fakta dilapangan banyak orang kaya yang justru menerima bantuan.
Apakah memang manipulasi data itu digunakan untuk membengkakkan kemiskinan yang itu akan berbanding lurus dengan bengkaknya angggaran. Mari kita kaji ulang dengan akal sehat tanpa mengedepankan kepentingan sepihak.
Melalui temuan yang ada, pendamping PKH seharusnya ikut andil dalam pemuktahiran data, bukan melakukan pembiaran terhadap penerima yang tidak layak menerima.
Saya ambil dua pertanyaan yang membutuhkan kesimpulan, pertama apakah Dinsos atau PKH yang tidak benar-benar bekerja, atau keduanya sama – sama tidak bekerja yang pada akhirnya membuat angka kemiskinan di sumenep sebagai rekayasa semata yang tidak bisa dipertanggungjawabkan?
Tulisan ini dibuat sebagai Bumbu perlawanan yang akan terus tercium aromanya hingga membangunkan aktivis dan pemuda untuk berjuang demi keadilan dan kebenaran. (*)
Penulis : Ali