OPINI, nusainsider.com — Peredaran rokok bodong atau disebut rokok ilegal karena tidak dipakai pita cukai di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, tampaknya masih menjadi persoalan klasik yang terus berulang tanpa solusi konkret.
Meski Pemerintah Kabupaten, Satpol PP, dan Bea Cukai setempat kerap kali melakukan razia dan penertiban, kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya. Bukannya berkurang, peredaran rokok bodong justru semakin masif.
Analogi yang tepat untuk menggambarkan kondisi ini adalah seperti lumbung yang dipenuhi tikus. Jika hanya mengejar tikus satu per-satu, sementara sumber makanan mereka tetap tersedia, maka masalah tidak akan pernah selesai.

Demikian pula dalam upaya pemberantasan rokok ilegal di Sumenep, jika yang disasar hanya toko-toko kecil sebagai pengecer, sementara produsen tetap bebas beroperasi, maka peredaran rokok ilegal akan terus berulang dan berkembang.
Dampak Ekonomi yang Mengkhawatirkan
Peredaran rokok ilegal bukan hanya masalah hukum, tetapi juga berpotensi merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. Dikutip dari berbagai sumber pemberitaan terkait rokok Ilegal, potensi kerugian negara akibat rokok ilegal diperkirakan mencapai Rp97,81 triliun pada tahun 2024, meningkat signifikan dari Rp53,2 triliun pada tahun 2021. Bahkan, pada tahun 2023, peredaran 22 miliar batang rokok ilegal menyebabkan potensi kehilangan penerimaan cukai sebesar Rp28,6 triliun.
Angka ini menunjukkan bahwa rokok ilegal bukan hanya ancaman bagi industri tembakau yang legal, tetapi juga bagi pendapatan negara yang seharusnya bisa dialokasikan untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan pembangunan.
Jika penindakan tetap setengah hati dan hanya menyasar pengecer, maka kebocoran penerimaan negara akan terus terjadi.
Penegakan Hukum yang Setengah Hati
Selama ini, upaya penindakan hanya berfokus pada toko-toko kelontong yang menjual rokok ilegal dan para sopir yang hanya sebagai kurir pengantar rokok bodong tersebut.
Padahal, langkah yang lebih strategis adalah langsung menyasar produsen dan jalur distribusinya. Sebab tanpa pendekatan menyeluruh yang mencakup seluruh rantai produksi dan distribusinya, upaya pemberantasan ini hanya akan menjadi formalitas belaka.

Beberapa minggu terakhir ini, ada aktivis yang dengan tegas menyoroti merek-merek rokok ilegal yang beredar luas mulai dari Sumenep, madura bahkan sampai ke jabodetabek.
Rokok bodong itu seperti Gico, Dubai, Fantastic Klik, Fantastic Mild, Milde, Milde Bold, Rebel, dan Albaik. Merek-merek ini diduga diproduksi oleh seseorang berinisial HM, yang berlokasi di Kecamatan Ganding, Sumenep.
Alih-alih aktivis yang mengatasnamakan ALARM (Aliansi Pemuda Reformasi Melawan) itu mendapatkan dukungan dari penegak hukum seperti, Bea dan Cukai Madura hingga Kanwil Bea dan Cukai Jatim 1 atas temuan tempat produksi rokok bodong tersebut untuk diberantas. justru mereka malah menerima berbagai bentuk intimidasi.
Namun, sejumlah teror yang datang itu tidak akan menghentikan langkah aktivis tersebut untuk mengungkan bisnis gelap rokok bodong di Kabupaten yang berjuluk kota keris ini.
Dalam waktu dekat, aktivis pemuda itu berencana akan melaporkan HM ke Kanwil Bea Cukai Jawa Timur 1 dengan membawa sejumlah barang bukti terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan. Seperti hasil produksi rokok ilegal serta dugaan aliran dana dari bisnis rokok bodong itu juga perlu ditelusuri lebih jauh.
Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Hasil investigasi aktivis ALARM itu menduga HM memiliki aset bisnis yang cukup besar mencapai ratusan miliar rupiah, aset tersebut diantaranya berada di wilayah kota Sumenep serta dititik dekat tempat usahanya di kecamatan Ganding.
Namun, saya tidak akan membuka lebih banyak persoalan TPPU ini karena merupakan data Istimewa yang hanya akan di hadiahkan dalam pelaporan ke Dirjen Bea dan Cukai RI.
Yang jelas, TPPU ini diduga merupakan hasil dari praktik pencucian uang dari hasil kejahatan penyelundupan rokok ilegal miliknya tersebut.
Sebagai diketahui, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah kejahatan yang dilakukan untuk menyembunyikan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana lain. TPPU juga dikenal sebagai money laundering.
Dasar hukum TPPU adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Menuntut Ketegasan Aparat
Pemberantasan rokok ilegal bukan sekadar tugas formal yang selesai dengan razia toko-toko kecil. Jika aparat benar-benar serius, maka langkah utama yang harus diambil adalah menutup produksi dan jalur distribusinya.
Mengutip Munir Said Thalib, “Kebenaran harus ditegakkan, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.”
Dengan semangat ini, masyarakat berharap aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dapat bertindak lebih tegas agar Sumenep terbebas dari peredaran rokok ilegal.
Pemberantasan rokok bodong tidak akan pernah efektif jika hanya menyasar pengecer. Sumber utama harus dibongkar, agar tidak ada lagi bulir rokok ilegal yang tersebar di pasaran.
*) Penulis : Ach Toifur Ali Wafa (CEO Aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan ‘ALARM’ Sekaligus Wartawan Muda Sumenep).
Penulis : Mif